Dan Kolonel Latief Bersaksi...

Edisi: 06/29 / Tanggal : 2000-04-16 / Halaman : 43 / Rubrik : IQR / Penulis : , ,


BAGI Kolonel Abdul Latief, menyerah kepada kebohongan adalah tabu. Bekas kolonel Komandan Bri-gade Infanteri I Jayasakti Kodam V Jaya, Jakarta, ini tak ingin berhenti memperjuangkan kebenaran. Buktinya, Latief bersikeras membacakan sendiri pleidoi yang luar biasa tebal itu dalam proses persidangan atas tuduhan mendalangi G30S-PKI (1978). Dalam pleidoi yang diketik Latief di Rumah Tahanan Budi Utomo selama lima bulan itu, ia menunjukkan sikap bahwa harus ada klarifikasi untuk peristiwa G30S.

Pleidoi itu menjadi semakin penting karena kini sudah diabadikan dalam bentuk buku-tentu saja ditambah dengan epilog-berjudul Soeharto Terlibat G30S, yang bulan ini akan beredar di toko-toko buku Indonesia. Inilah dokumen sejarah pertama dari pihak korban G30S yang disidang. Setelah 32 tahun dijejali "kebenaran" versi pemerintah Orde Baru, Latief bertekad untuk mengungkap versinya tentang peristiwa yang dialaminya. "Tidak mungkin bersembunyi di balik sebatang lidi," demikian ia menulis dalam pleidoi itu.

Berikut adalah nukilan buku terbitan Institut Studi Arus Informasi itu (terbit awal April 2000), dengan pemberian subjudul dari redaksi TEMPO.

TENTANG SIKAP DAN KEBENARAN

Halaman 1

Majelis Sidang Mahkamah Militer Tinggi Yth.

Pada hari ini ... tanggal ... saya sebagai seorang tertuduh akan membeberkan tanggung jawab saya sebagai Perwira Menengah TNI AD dan sebagai Komandan Infanteri I Kodam V Jaya yang sudah dipecat dari pangkat dan jabatan saya oleh rezim Soeharto, akan tetapi tak ada seorang pun yang dapat memecat jiwa dan patriotisme saya sebagai seorang pejuang yang ikut andil mendirikan Indonesia Merdeka, dalam perjuangan semenjak revolusi Agustus 1945.

Apakah karena saya dipecat ini atau karena peristiwa G30S itu, dan saya sudah cacat seperti sekarang ini, saya harus luntur dalam semangat perjuangan untuk mendarmabhaktikan terhadap tanah air dan Bangsa Indonesia? Tidak! Perjuangan tidak mengenal pasang surut, dan semangat berjuang untuk Tanah Air dan Bangsa tetap tercatat di dada saya sampai ajalku tiba.

Kebenaran yang dibuat oleh manusia adalah relatif, orang yang sekarang menyatakan dirinya benar, besok belum tentu benar. Sesuatu yang benar memang bersifat objektif, pencerminan dari kenyataan-kenyataan objektif. Tidak ada suatu kebenaran yang bisa direka-reka atau dikarang-karang menurut keinginan subjektif manusia itu sendiri. Relativitet kebenaran yang diartikan apa saja yang menguntungkan untuk hari ini tidak peduli tentang hari esok adalah tidak benar. Hal ini bisa dilihat dalam praktek-praktek sekarang ini. Apa saja yang tidak sesuai dengan kehendaknya adalah tidak benar, dengan segala dalih yang direka-reka asal tercapai tujuannya. Gajah berada di pelupuk mata tak terlihat tapi semut di seberang lautan terlihat juga. Melihat kebenaran harus ditinjau dari segala segi, waktu dan tempat, keadaan sekeliling dan saling mengait antara satu dan yang lain, janganlah mencari kebenaran hanya dari satu sudut....

Halaman 5-6

Sampai saat telah menjadi kenyataan dimana kebejatan moral itu berdiri di atas segala-galanya. Lihatlah pada sejarah tahun 2000 lampau, penyaliban Yesus Kristus (Isa Al Masih), dimana dia diajukan oleh sidang Sanhedrin yang dipimpin oleh Kayafas sebagai imam besar untuk mengadili Yesus dari Nazaret.

Untuk itu, mari kita meneliti kembali jalannya pengadilan terhadap Yesus Kristus dari sejak Mahkamah Agama (Sanhedrin) sampai dengan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

Pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…