Cerita Siti Jenar dalam Dongeng Wali Sanga

Edisi: 01/29 / Tanggal : 2000-03-12 / Halaman : 128 / Rubrik : IQR / Penulis : , ,


Penulis: Abdul Munir Mulkan
Penerbit: Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta

Syekh Siti Jenar karya Abdul Munir Mulkan menarik dicermati karena beberapa hal. Buku setebal 353 halaman yang dilengkapi dengan salinan teks asli dan terjemahan bahasa Indonesia ini ditulis oleh Abdul Munir Mulkan, yang dikenal sebagai dosen IAIN Sunan Kalijaga yang bukan hanya mendalami ilmu agama, tetapi juga menggeluti ilmu-ilmu sosial. Karena itu, dalam karyanya ini, Munir Mulkan mendekati karya sastra Jawa dari sudut ilmu sosial-politik. Atas dasar alur cerita dalam karya sastra itu, Munir Mulkan dapat menyingkap adanya oposisi dari kelompok Syekh Siti Jenar beserta murid-muridnya terhadap penguasa kerajaan dan Kesultanan Demak yang didukung oleh Wali Sanga.

Dalam buku ini, Syekh Siti Jenar didudukkan sebagai pengikut Kerajaan Majapahit yang mbalela. Dari alur cerita, Munir Mulkan dapat membuka satu aspek karya-karya satra. Namun, perlu diingat bahwa karya sastra bukan ilmu sejarah. Karena itu, perlu dicermati pula aspek-aspek lain yang cukup kompleks dalam kritik sastra, misalnya aspek kebahasaan.

Pada garis besarnya, bahasa Jawa berkembang dari bahasa Jawa kuna, dan bahasa itu kemudian menjadi bahasa Jawa tengahan. Pada zaman perkembangan Kerajaan Majapahit hingga Kesultanan Demak, pada abad ke-16, bahasa Jawa kuna kemudian menjadi bahasa Jawa tengahan. Pada zaman Mataram, bahasa itu kemudian berkembang menjadi bahasa Jawa baru, yang amat halus dan bersifat feodal dengan stratifikasi bahasa ngoko, kromo, dan kromo inggil. Bahasa Jawa menjadi semakin feodal terutama sesudah kekuasaan sosial-politik kesultanan-kesultanan Mataram dirampas penjajah Belanda.

Sebagai kompensasinya, para priayi Jawa hanya bisa menekuni untuk mengembangkan bahasa dan sastra budaya Jawa baru, yang makin diperhalus dan dicanggihkan dengan menyadap dan menjawakan unsur-unsur agama Islam, terutama filsafat moral dan kebatinan dari ajaran sufismenya. Sastra budaya Jawa baru demikian berkembangnya dan mencapai puncak kehalusan dan kecanggihannya pada zaman Surakarta. Ini merupakan awal krida sastrawan-sastrawan dan pujangga-pujangga istana Surakarta dan Yogyakarta. Pencapaian sastra budaya Jawa untuk mencapai puncak kehalusan ini kemudian diikuti oleh zaman pengaruh budaya Barat, suatu budaya rasional ilmiah yang berwatak dinamis, dan bukan lagi budaya mistik dan mitologi. Makin membanjirnya pengaruh Barat terutama ditandai sesudah peristiwa politik etis. Inilah saat penjajah Belanda mulai membuka sekolah model Barat, yang terkenal sebagai sekolah umum, yakni yang mengajarkan ilmu pengetahuan umum dan bukan sekolah agama. Perkembangan seterusnya adalah sesudah peristiwa Sumpah Pemuda, yang mengangkat bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, menyebabkan perkembangan sastra budaya Jawa mengalami kiamat dan kemunduran yang tragis.

Ditinjau dari segi bahasa, cerita tentang Siti Jenar dan dongeng-dongeng tentang Wali Sanga atau wali tanah Jawa bisa dikategorikan sebagai cerita berbahasa Jawa baru yang halus. Para peninjau sastra Jawa umumnya berkesimpulan, munculnya cerita tentang Wali Sanga dalam serat-serat babad, seperti halnya Babad Demak dan Babad Tanah Jawa, diperkirakan pada abad ke-17 Masehi, yakni zaman Mataram. Karena itu, para sastrawannya tidak mengalami dan tidak menyaksikan proses peralihan dari zaman Majapahit ke zaman Demak. Sayangnya, masyarakat Jawa…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

Pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…