Zaman Kaliyoga, 1965

Edisi: 32/20 / Tanggal : 1990-10-06 / Halaman : 30 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Budiman S. Hartoyo,, Sri Pudyastuti R, Kastoyo Ramelan


PERISTIWA yang terjadi 25 tahun lalu itu, ketika sejumlah besar orang PKI dihabisi, memang belum sepenuhnya terungkap. Jumlah korban bahkan tak diketahui persis: ada yang bilang hampir sejuta, ada yang menduga 250 ribu, ada penelitian resmi yang dipimpin oleh mendiang dr. Leimena yang mengatakan jumlah yang terbunuh 78 ribu. Para penulis asing, dan mungkin juga anak-anak muda kini, banyak yang membayangkan bahwa pembunuhan itu digerakkan oleh tentara dan dilakukan oleh golongan Islam. Kenyataannya agaknya lebih ruwet. Yang jelas, peristiwanya tak berlangsung dalam suasana sosial-politik yang tenang.

Ketika itu PKI merupakan partai besar, anggotanya lebih dari tiga juta orang. Suaranya sangat dominan dalam percaturan politik. Dibui PKI tak bisa terang-terangan, sebab akan dicap oleh Bung Karno dan aparatnya sebagai "komunistofobi" serta "kontrarevolusioner". Dua tahun sebelum G30S meletus, PKI menciptakan "situasi ofensif revolusioner" yang kian panas dan siap meledak. Tapi suasana itu juga menumbuhkan kesiapsiagaan di kalangan nonkomunis. Pemuda Marhaen dari PNI dan Anshor dari NU, barkannya Partai Masyumi (pemenang No. 2 dalam Pemilu 1955), PSI, Murba, dan organisasi lain, serta ditutupnya sejumlah besar pers Indonesia, semua itu berkat desakan PKI.

Ketika memperingati ulang tahun ke-45 pada 23 Mei 1965, misalnya, di beberapa kota besar, termasuk di Jakarta, PKI menggelar kekuatannya yang besar. Berpawai dengan iringan drumband yang ketika itu masih sangat langka, organisasi pemuda mereka yang militan, Pemuda Rakyat, berseragam loreng seperti pasukan komando.

Di beberapa kota, PKI bahkan punya pendukung di pemerintahan dan aparat keamanan. Di Sumatera Utara, misalnya, Gubernur Ulung Sitepu, seorang perwira tinggi AD, terang-terangan di belakang' PKI. Di Surakarta, Wali Kota Utomo Ramelan. Pada waktu itu, oposisi terhadap PKI tak bisa terang-terangan, sebab akan dicap oleh Bung Karno dan aparatnya sebagai "komunistofobi" serta "kontrarevolusioner".

Dua tahun sebelum G30S meletus, PKI menciptakan "situasi ofensif revolusioner" yang kian panas dan siap meledak. Tapi suasana itu juga menumbuhkan kesiapsiagaan di kalangan nonkomunis. Pemuda Marhaen dari PNI dan Anshor dari NU, misalnya, ikut menyiagakan diri, dengan latihan kemiliteran dan juga sering berpawai dengan drumband.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…