Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto: Soal Heli, Sedang Saya Investigasi

Edisi: 52/45 / Tanggal : 2017-02-26 / Halaman : 100 / Rubrik : WAW / Penulis : Prihandoko, Reza Maulana, Raymundus Rikang


Marsekal Hadi Tjahjanto menghadapi setumpuk pekerjaan rumah setelah dilantik menjadi Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara oleh Presiden Joko Widodo pada pertengahan Januari 2017. Awal bulan ini, helikopter AgustaWestland 101, yang dibatalkan pembeliannya oleh Presiden, mendarat di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Hadi, 53 tahun, langsung membentuk tim investigasi. Mantan sekretaris militer Presiden Jokowi itu menemukan fakta bahwa pendahulunya, Marsekal Agus Supriatna, mengalihkan anggaran helikopter dari helikopter kepresidenan menjadi angkutan pasukan. Alasannya, TNI Angkatan Udara butuh empat skuadronsedikitnya 48 unithelikopter angkut berat. ¡±Kemajuan investigasi sudah 70 persen,¡± kata Hadi.

Lulusan Akademi Angkatan Udara 1986 itu menghabiskan sebulan pertama masa tugasnya dengan menyambangi berbagai pangkalan udara di Tanah Air. Ia kembali mendapati sederet kendala dalam membangun sistem pertahanan udara, dari barisan pesawat tempur yang tak layak terbang, terbatasnya radar udara, hingga kanibalisme suku cadang. Hadi mengandalkan sistem manajemen transparan untuk mengatasinya. ¡±Saya siapkan sistem online untuk memantau pengadaan alat-alat pertahanan," ujar penerbang pesawat angkut ringan ini.

Senin pagi pekan lalu, Hadi menerima wartawan Tempo Prihandoko, Reza Maulana, dan Raymundus Rikang di kantornya di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Didampingi sederet anggota stafnya, mantan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara itu menjawab setiap pertanyaan dengan nada datar. Ia baru bicara lebih lepas dalam wawancara lanjutan via telepon, Rabu pekan lalu. Tawanya pecah ketika dimintai konfirmasi ihwal kabar ia akan menjadi besan Presiden.

Presiden Joko Widodo mencurigai ada penyelewengan pembelian helikopter AgustaWestland (AW) 101. Apa pembelaan Anda?

Saya sedang menginvestigasi prosedur pembelian, dari perencanaan sampai pengadaan. Kemajuan laporan investigasi sudah 70 persen. Dokumen yang saya kumpulkan sejauh ini menunjukkan pembelian itu sesuai dengan syarat. Namun saya harus melengkapi informasi lain agar kasus ini utuh.

Mengapa TNI AU ngotot membeli helikopter ini padahal Presiden membatalkannya pada Desember 2015?

Pemerintah membatalkan pembelian helikopter very very important person (VVIP) saja. Sedangkan dalam Rencana Strategis TNI AU 2015-2019 tertuang kebutuhan enam helikopter angkut berat, selain empat helikopter VVIP. Lalu Kepala Staf TNI AU terdahulu (Marsekal Agus Supriatna) bersurat kepada Kementerian Pertahanan agar mengalihkan anggaran satu helikopter VVIP tadi untuk helikopter angkut berat karena kebutuhan mendesak. Proses berjalan dan kontrak pembelian diteken pada 29 Juli 2016, kemudian Januari 2017 barangnya sudah ada di Indonesia.

Seberapa mendesak kebutuhan helikopter angkut berat itu?

Helikopter Puma SA-330 dan Super Puma milik kami sangat tua, produksi 1978 sampai 1980. Helikopter VVIP pun buatan 2001. Helikopter itu punya masalah suku cadang. Walhasil, ada beberapa titik operasi militer yang seharusnya memakai helikopter angkut berat tapi kami ganti dengan Colibri (helikopter ringan dengan lima kursi). Bila terjadi masalah ketika misi berjalan, helikopter itu tak…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…