RENDRA, DIMANAKAH KAU SAUDARAKU ?

Edisi: 04/01 / Tanggal : 1971-03-27 / Halaman : 19 / Rubrik : SN / Penulis :


DAN sepatu jang berat serta nakal jang dulu biasa menempuh
djalan-djalan jang mengchawatirkan dalam hidup lelaki jang kasar
dan sengsara, kini telah aku lepaskan dan berganti dengan sandal
rumah jang tenteram, djinak dan sederhana.

; Sandal rumah itu memang telah dipakainja. tapi W.S. Rendra tidak
mendjadi djinak. Uban dikepalanja makin bertambah, tapi begitu
pula pandjang rambutnja. Kerut-kerut sudah mulai membajang
disekitar matanja, tapi pandangan itu masih seperti tatapan anak
kidjang - tjuma terkadang berkatjamata. Umur 36, anak 5, isteri
2: statistik ini bisa mengetjutkan laki-laki lain dan bisa
menjebabkan ia tiba-tiba djadi runduk, tapi Rendra tidak runduk.
Ia hampir tidak berubah.

; Ia memang bukan lagi Willy jang menjeru ibunja "mamma" hingga
disadjak-sadjak. Puisinja kini adalah gumpalan ekspresi jang
lebih keras, bukan lagi baris-baris balada dan njanjian manis.
Hidup tak lagi ditemuinja seperti gadis ditemui djedjaka
remadja, melainkan "hidup telah saja setubuhi dan keringat sudah
membasahi randjang", dan bagi Rendra, itulah sebabnja kemanisan
tahun l950-an susut dari sadjaknja, "karena saja agak kaget
setelah mendjumpai hidup ini tidak lagi perawan".

; Hidup mungkin sudah tak lagi perawan, tapi Rendra belum lagi
prototip pria setengah umur. Rumah disudut Jogja dikampung
Ketanggungan itu terlindung oleh daun-daun. Hari berdjalan tanpa
djam dalam djadwal. Musik hampir selamanja mengisi ruangan
diantara asap rokok dan mungkin gandja, dan orang-orang menari
sebebas-bebasnja bila mau. Tamu bisa datang tiap saat mungkin
seorang seniman lain, mungkin seorang gubernur, seorang
dutabesar seorang dosen, tukang betja, atau seseorang jang tjuma
iseng. Inilah basis Rendra: bukan hanja sebuah rumah keluarga,
tapi djuga sebuah pentas ketjil dimana kehidupan dan lakon-lakon
sandiwara dimainkan dengan intens. "Disini hidup sehari-hari
bagaikan permainan pandjang", kata seorang jang pernah tinggal
disana sebagai aktor Bengkel Teater Rendra, "dan permainan jang
bersungguh-sungguh".

; Sang Guru dan Burung Merak. Sebuah permainan, tentu sadja, tapi
djuga sebuah pesantren dan pedepokan seperti dalam kehidupan
Djawa lama. Dan Rendra adalah sang guru. Tinggi semampai dengan
rambut pandjang mengombak serta wadjah kuning putjat jang
londjong, orang bisa mengasosiasikannja kepada Charles Manson
ataupun Jesus. Sudah barang tentu Rendra bukanlah seorang
"rasul" eksentrik jang mengadjarkan pembunuhan dan bukan pula
seorang utusan pembawa tjinta kasih, tapi kepribadiannja
bagaimanapun djuga suatu kepribadian jang magnetis. Ia memikat
seperti besi berani dan menondjol seperti tiang agung dikapal
kuno. Dan ia sadar akan hal itu, ia tahu bahwa dirinja adalah
burung jang elok dan tjongkak. Seorang kawannja, orang
Australia, pernah berdjalan-djalan bersamanja dikebun binatang
Gembira Loka; melihat seekor burung merak berdjalan bersama dua
betinanja Rendra berseru ketawa: "Itu Rendra!" Dalam suratnja
kepada H.B. Jassin 19 April 1960 ia menulis terus-terang: "Saja
memang tidak bisa bertingkah lain dari itu - mandja dan kenes".

; Mandja dan kenes membutuhkan dua hal. Jang pertama adalah sebuah
publik, sedjumlah hadirin, dan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

A
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23

Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…

M
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25

Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…

R
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25

Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.