Ada Gula Ada Kemelut

Edisi: 01/32 / Tanggal : 2003-03-09 / Halaman : 77 / Rubrik : INVT / Penulis : , ,


MATA Rini Soewandi terbelalak dua pekan lalu. Pemandangan yang terhampar di depannya, dari gudang-gudang milik Pabrik Gula Ngadiredjo dan Meritjan di Kediri, Jawa Timur, membuatnya ternganga. Di sana ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bertumpuk karung berisi gula dalam jumlah besar: mencapai puluhan ribu ton.

Tak lama setelah itu, keanehan lain dijumpai Menteri Perindustrian dan Perdagangan itu di Sabang, kota di ujung barat Sumatera. Di sana ia mendapati tumpukan gula sebanyak 17 ribu ton di gudang pelabuhan. Padahal penduduk Sabang berjumlah ribuan orang saja. Kendati gemar minum kopi, mustahil rasanya mereka akan mampu menelan gula sebanyak itu. Menteri Rini sontak curiga, jangan-jangan gunungan gula impor itu akan diselundupkan ke daerah lain.

Darah Menteri Rini sontak mendidih. Selama ini, ia sudah sering mendengar ihwal adanya penimbunan gula. Dan temuan hasil inspeksi mendadak itu meyakinkan dia akan kebenaran kabar tersebut. Pantas saja gula langka sehingga harganya melejit tinggi tak terkendali. Dua pekan lalu, harga gula di beberapa daerah melambung hingga di atas Rp 4.300. Di Kota Medan, si kristal manis bahkan terbang ke harga Rp 6.000 sekilogramnya. ”Penimbunan gula merupakan kejahatan ekonomi,” ujar Rini geram.

Telah lama manisnya gula menjadi incaran banyak pihak. Duit yang beredar di bisnis ini sangatlah menggiurkan. Dengan kebutuhan nasional sekitar 3,2 juta ton per tahun, omzet perdagangan gula setiap tahun ditaksir mencapai Rp 13-15 triliun. Sepanjang tahun lalu, di luar 1,5 juta ton gula yang resmi diimpor, masih ada 500 ribu ton gula hasil selundupan yang beredar di Indonesia.

Itu semua menjadi momok buat Rini. September tahun lalu, ia telah menetapkan tata niaga impor gula. Dalam beleid itu, hanya perusahaan yang 75 persen bahan bakunya berasal dari petani yang boleh mengimpor gula. Itu pun mereka cuma bisa mendatangkan gula putih bila harga di tingkat petani melebihi Rp 3.100 per kilogram. Sementara itu, harga jual kembali di pasar ditetapkan antara Rp 3.800 dan Rp 4.000 sekilonya.

Ditilik dari isinya, kebijakan tersebut jelas tak hanya bertujuan mengendalikan harga kristal manis di pasar, tapi juga melindungi kepentingan petani tebu…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13

Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…

T
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03

Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…

H
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13

Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.