Kotak Maut Si Burung Kicau

Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-09-05 / Halaman : / Rubrik : HK / Penulis :


SEORANG polisi berpakaian preman berjalan mendekati mobil Daihatsu Xenia berkelir putih di pos pemeriksaan tiket Pelabuhan Bakauheni, Lampung, pada Selasa malam, 7 Juli 2020. Mobil itu tengah antre menumpang feri menuju Pelabuhan Merak, Banten. Saat berada di samping pintu kemudi, ia melongok ke kabin belakang. Ada keranjang buah bertumpuk di sana.
Polisi itu membuka pintu depan, lalu mengambil alih kemudi. Sopir bergeser ke kiri, merapat ke bangku penumpang yang diduduki Diah Bayu, 43 tahun. Mobil kemudian bergerak menuju kantor Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan Bakauheni, yang hanya berjarak 1 kilometer dari pos. “Saya kaget, tapi akhirnya pasrah saja,” kata Bayu, yang menceritakan kembali peristiwa itu kepada Tempo, sehari kemudian.
Penyidik langsung memeriksa Bayu malam itu. Ia ditangkap dengan barang bukti 400 ekor burung yang dikurung di dalam 43 boks plastik bekas buah. Di antara burung liar itu, ada perenjak Jawa alias ciblek (Prinia familiaris), trocok (Pycnonotus goiavier), pleci (Zosterops flavus), dan kolibri ninja (Leptocoma sperata). Bayu diduga bermaksud menyelundupkan burung-burung itu ke rumahnya di Purwokerto, Jawa Tengah. “Namanya juga cari rezeki,” ujarnya.
Keesokan hari, polisi menyerahkan Bayu dan semua burung itu ke Balai Karantina Pertanian Bandar Lampung. Bayu beruntung. Ia dilepaskan beberapa hari kemudian. “Dia diberi pembinaan dan disuruh menulis surat pernyataan agar tak mengulangi lagi perbuatannya,” kata Kepala Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) Bakauheni Ajun Komisaris Ferdiansyah, Jumat, 4 September lalu.
Sejak Januari hingga Agustus lalu, KSKP Bakauheni menangkal 32 ribu burung liar yang akan diselundupkan melalui pelabuhan. Semua burung tersebut diserahkan kepada petugas karantina. “Pengiriman burung liar itu ilegal karena tak dilengkapi surat angkutan tumbuhan dan satwa dalam negeri,” ucap Kepala Balai Karantina Pertanian Bandar Lampung Muhammad Jumadh.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan mewajibkan semua burung yang diambil dari hutan harus melewati pemeriksaan petugas balai karantina. Bila dilanggar, hukumannya maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Jika membawa hewan berstatus dilindungi, mereka akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pelanggar kedua aturan itu terancam hukuman maksimal lima tahun penjara. Sepanjang 2020, ada sembilan penyelundup yang divonis hukuman empat-enam bulan penjara di Lampung.

Keranjang-keranjang berisi burung selundupan yang berhasil digagalkan di Pelabuhan Merak, Banten, Juli 2019. (foto: Flight Protecting Indonesia's Bird)
Namun ancaman pidana dan denda tak membuat penyelundup gentar. Jumlah burung yang diselundupkan diperkirakan jauh lebih banyak dari yang ditangkal di Bakauheni. Direktur Eksekutif Flight: Protecting Indonesia’s Birds,…

Keywords: Kementerian Lingkungan HidupPenyelundupan burung kicau Pulau SumateraBurung kicau
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

V
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14

Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…

H
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14

Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…

P
Peringatan dari Magelang
1994-05-14

Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…