Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Ilham Saputra: Sudah Cukup Pemilu Serentak Seperti Ini

Edisi: 11/48 / Tanggal : 2019-05-12 / Halaman : 92 / Rubrik : WAW / Penulis : Reza Maulana, Angelina Anjar,


PEMILIHAN Umum 2019 yang digelar pada 17 April lalu menyisakan kabar duka. Hingga tengah pekan lalu, sebanyak 377 petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) meninggal dan yang sakit mencapai 1.470 orang. Komisioner Komisi Pemilihan Umum sekaligus Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Ilham Saputra, mengatakan kejadian ini disebabkan oleh beban kerja petugas KPPS yang lebih besar dibanding pada serangkaian pemilu sebelumnya.

Surat suara pada pemilu kali ini bertambah menjadi lima jenis, yakni untuk presiden-wakil presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Banyak pula warga yang pindah lokasi memilih. Menurut Ilham, hal ini membuat proses penghitungan suara menjadi lebih rumit. Karena kompleksitas inilah tak sedikit petugas KPPS merasa tertekan. "Di Kota Malang kami menemukan petugas yang mengalami depresi, menusuk perutnya sendiri, karena ada selisih suara yang betul-betul dia pikirkan," kata Ilham, 42 tahun, di kantornya pada Kamis, 25 April lalu.

Pria berdarah Aceh ini menuturkan, format penyelenggaraan pemilu serentak harus diubah. Ia sepakat memisahkan pemilu nasional untuk presiden-wakil presiden, DPR, dan DPD dengan pemilu lokal untuk kepala daerah serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota dalam selang waktu dua setengah tahun. "Kami juga merasa masyarakat lebih concern pada pemilihan presiden," ujar alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia itu.

Kepada wartawan Tempo, Reza Maulana dan Angelina Anjar, Ilham juga menjelaskan hubungannya dengan Yuga Aden, salah seorang kepercayaan calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Salahuddin Uno, sekaligus anggota Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. "Saya profesional," ucap Ilham.

Mengapa banyak petugas KPPS yang meninggal?

Menurut saya, karena beban kerja yang lebih besar dibanding pada Pemilu 2014. Tekanan terhadap petugas kami juga begitu luar biasa. Misalnya soal pindah lokasi memilih. Penghitungannya lebih sulit karena jumlah surat suara presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota akan berbeda, tergantung daerah pemilihannya. Di Kota Malang kami menemukan satu petugas KPPS mengalami depresi, menusuk perutnya sendiri, karena ada selisih suara yang betul-betul dia pikirkan. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang meminta memilih dengan kartu tanda penduduk. Ada petugas yang termakan hoaks bahwa masyarakat boleh menggunakan KTP untuk memilih di mana saja. Ada juga petugas yang memiliki penyakit bawaan seperti jantung.

Banyak logistik terlambat sampai di tempat pemungutan suara. Apakah itu juga menyebabkan petugas kelelahan karena harus mempersiapkan TPS hingga larut malam?

Iya, bisa jadi karena menunggu logistik. Mereka mesti mendirikan TPS pada malam hari…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…