Bukan Hiduplah Jika Tak Terus Bergerak
Edisi: 19 Mar / Tanggal : 2023-03-19 / Halaman : / Rubrik : MA / Penulis :
PADA 1984 esais itu menulis: "Barat selalu membikin kita risau." Sesuatu yang tak jelas batasnya, sebuah kekuatan yang meletakkan kita di kakinya, "Dan sekarang tetap jadi tempat kita becermin.” Seorang pemuda mengingat imaji esai itu hingga kini, 40 tahun kemudian. Ia mengutip luar kepala, nyaris verbatim: "Barat: cermin. Kita mematut-matut diri di depannya."
Esais itu Goenawan Mohamad. Pemuda itu suami saya. Kata-kata yang kuat melekat hingga akhir hayat.
Pada 1986 esais itu menulis lagi. Katanya, mengutip seorang penulis: "Sekarang ini tiba waktunya kita mengarahkan mata kita ke Barat." Penulis itu adalah S. Takdir Alisjahbana, yang di tahun 1930-an mengobarkan semangat mengejar kemajuan, mengejar Barat.
Masa Takdir itu hampir seratus tahun silam. Tapi pertanyaan yang sama terus berulang. Adakah entitas Barat dan Timur yang sesungguhnya? Pertanyaan yang membuat esais itu risau. Terutama, karena dalam politik dan moralitas, "Barat" atau "kebarat-baratan" masih digunakan sebagai stigma, sementara dalam nyaris segala hal…
Keywords: Goenawan Mohamad, Ki Hadjar Dewantara, Sutan Takdir Alisjahbana, Marginalia, Denys Lombard, Alexander Yersin, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Angst
2023-03-12angst, bagi para pemikir eksistensialis, adalah anak kandung absurditas hidup. bagaimana memaknainya?
Bukan Hiduplah Jika Tak Terus Bergerak
2023-03-19barat atau timur tak ada sebagai esensi. keduanya ada sebagai "fakta linguistik”.
Russkiy Mir
2023-03-26mereka menyebutnya rasisme berkedok ketuhanan. russkiy mir memunculkan totalitarianisme masa lalu.