Trunyan, Upacara Sepanjang Hayat (Obyek Wisata Pedesaan Bali)

GEMERINCING suara piring beradu. Puluhan orang, laki-laki dan perempuan, mencicipi makanan dengan lauk ala kadarnya. Sebagian lagi, di sudut ruang yang sempit, enam orang perempuan tua asyik menekuni pekerjaan masing-masing. Ada seikat daun kelapa yang masih kuning, ada daun lontar. Daun dipilah, dirangkai. Kemudian jadilah canang sari dan tangkih, wadah untuk sesajen. Tetapi tak ada irama gamelan di rumah keluarga Nang Payu, di Banjar Tangguntiti, Desa Trunyan, Bali, itu di akhir Januari lalu. Hari-hari itu adalah hari-hari sibuk keluarga Nang Payu, 45. Hari-hari upacara untuk membersihkan diri dan keluarganya, juga desa tempat tinggal, dari keadaan sebel. Yakni keadaan tidak suci akibat dalam keluarga ini lahir anak kembar. "Jalan untuk melepaskan diri dari keadaan tidak suci adalah harus melakukan upacara malik sumpah," begitu Nang Seripen, 42, seorang tokoh masyarakat Trunyan menjelaskan Di Trunyan, seperti sudah diketahui -- terutama setelah disertasi James Danandjaja, dosen antropologi FISIP UI ditulis -- melahirkan anak kembar dianggap buruk. Ini agak berbeda dengan kepercayaan orang Bali pada umumnya. Anggapan umum tentang kelahiran kembar yang berjenis kelamin berbeda (disebut buncing) adalah sehubungan dengan legenda cucu Raja Bali Maya Danawa yang bernama Gajah Wastra. Sang cucu kemudian melahirkan anak kembar buncing. Dan sejak saat itu rakyat Bali tidak diperbolehkan melahirkan anak kembar seperti itu. Konon dianggap lancang menandingi raja.

Keywords :
Trunyan, Upacara Sepanjang Hayat (Obyek Wisata Pedesaan Bali),
  • Downloads :
    0
  • Views :
    131
  • Uploaded on :
    21-12-2023
  • Penulis
    Tim Penyusun PDAT
  • Publisher
    TEMPO Publishing
  • Editor
    PDAT
  • Subjek
    seni & hiburan
  • Bahasa
    Indonesia
  • Class
    -
  • ISBN
    -
  • Jumlah halaman
    60
Trunyan, Upacara Sepanjang Hayat (Obyek Wisata Pedesaan Bali)
  • PDF Version
    Rp. 75.000

Order Print on Demand : Print on Demand (POD)