'Bad Governance' dan Orang Miskin

Edisi: 28/30 / Tanggal : 2001-09-16 / Halaman : 106 / Rubrik : STP / Penulis : Ikhsan, Mohamad , ,

Mohamad Ikhsan *)

BANYAK orang menganggap bahwa governance sebetulnya isu kelompok menengah ke atas. Artinya, aplikasi dari good governance baik di sektor publik maupun sektor swasta relatif akan menguntungkan kelompok menengah ketimbang kelompok miskin. Anggapan itu tidak selalu betul mengingat praktek korupsi cenderung merugikan kelompok miskin secara disproporsional. Sebelum memberikan bukti empiris dari studi yang relatif "makro" tentang hubungan governance, saya akan memberikan beberapa bukti mikro yang sehari-harinya terjadi.

Kasus kartu tanda penduduk (KTP). KTP dipakai sebagai instrumen yang paling sering diperlakukan untuk melakukan screening di pasar tenaga kerja. Jika Anda tidak punya KTP Botabek (atau Jakarta), jangan berharap Anda dapat diterima bahkan diwawancarai dalam seleksi penerimaan tenaga kerja di sebuah pabrik. Walhasil, banyak migran berusaha mendapatkan KTP dengan segala cara, termasuk menyogok pejabat kelurahan. Jumlah uang sogokan ini tergolong sangat besar relatif dibandingkan dengan ekspektasi penerimaan gaji yang diterima sang (calon) pekerja.

Kasus surat izin mengemudi (SIM). Praktek serupa juga terjadi dalam upaya banyak orang untuk mendapatkan SIM. Keahlian yang terbatas menyebabkan kelompok miskin atau vulnerable group harus bergantung pada pekerjaan unskilled job, seperti sopir. Tetapi, untuk memperoleh SIM, sering kali sang sopir harus menge-luarkan biaya jauh di atas biaya resmi. Belum lagi, karena tidak mampu membayar mahal, sang sopir harus menyediakan waktu lebih lama karena sering disela oleh para pemohon yang menyuap petugas dengan jumlah lebih besar.

Karena proses mendapatkan SIM ini…

Keywords: -

---

Foto Terkait