Academy Awards: Gebyar Hollywood, Menyetir Selera Dunia

Edisi: 04/30 / Tanggal : 2001-04-01 / Halaman : 59 / Rubrik : LAY / Penulis : Budiman, Irfan , ,


PAGI ini, puluhan bintang jatuh dan menggelinding ke atas karpet merah. Gemerlap, bercahaya, dengan payudara tertutup seadanya, mengenakan desain Vera Wang atau tuksedo Georgio Armani, para bintang mengelus karpet merah yang membentang dengan ekor bajunya yang melenggok menuju panggung Shrine Auditorium, Los Angeles, Amerika Serikat.

Senin pagi ini, mata kita melalui stasiun RCTI—sementara di AS hari Minggu—akan menyaksikan "pertarungan" sengit antar-sineas, aktris, aktor, dan semua anggota perfilman dunia. Betapapun kita sering memaki seleranya, apa boleh buat, kemudi ada di tangan mereka, Hollywood.

Dan Academy Awards atau yang lebih dikenal sebagai Penghargaan Oscar yang ke-73—seperti tahun-tahun sebelumnya—akan mengukuhkan hegemoni Hollywood dalam kancah film dunia. Kemudi selera dunia, salah satunya, ditentukan lewat acara ini.

Bagaimana tidak. Miliaran mata pun takjub. Kemewahan dan mimpi yang disajikan Hollywood, wajah-wajah bening dan cemerlang, bagai sebuah magnet raksasa yang bisa mematok mata hampir tak berkedip. Padahal, bila mau jujur, sesungguhnya, selama hampir empat jam, acara ini cuma mempertontonkan pembacaan daftar pemenang, lalu diiringi dengan pidato basa-basi pemenang. Selalu begitu. Namun, bak penganan yang terasa enak sampai gigitan terakhir, sihir acara ini begitu kuat. Academy Awards telah menjelma menjadi sebuah ritus penggemar film yang tidak boleh dilupakan.

Semua kritikus film dunia boleh sinis dengan pilihan Hollywood. Semua penggemar film alternatif (Festival Film Cannes, Sundance, dan seterusnya) boleh berpretensi bahwa ini festival hura-hura. Toh, ritus ini tetap menjadi barometer sebuah "pengakuan dunia sinema": jika belum mendapat penghargaan di sini, Anda belum mendapatkan apa-apa. Tak kurang dari Federico Fellini, sutradara kenamaan Italia, saat menerima penghargaan keempat kalinya lewat filmnya The Amarcord pada 1975, berucap, "Dalam mitologi sinema, Oscar adalah penghargaan tertinggi."

Tak aneh, penonton Indonesia pun, yang sesungguhnya jauh—dari segi lokasi ataupun sentuhan—ikut-ikutan merasa "memiliki" atau, tepatnya, menikmati acara gebyar ini, meski hanya melalui sebuah siaran langsung stasiun RCTI. Sebagai hiburan, Oscar memang menjadi anugerah yang menyenangkan. Panitia penyelenggara setidaknya setiap tahun kebagian duit US$ 2 juta.

Keuntungan serupa direguk jaringan televisi ABC, yang mendapatkan pemasukan yang yummy dari penjualan slot iklan selama pertunjukan, yakni sekitar US$ 10 ribu per detik. Lebih dari itu, mereka bisa menampilkan bintang-bintang tenar tanpa membayar sesen pun. Sedangkan biaya pertunjukan itu jauh lebih murah ketimbang pembuatan sebuah film atau miniseri di sana.

Bagi warga film Hollywood, penghargaan ataupun sebatas masuk nominasi bisa mendongkrak ketenaran dan mendatangkan keuntungan materi yang bejibun. Bayaran mereka selanjutnya akan melompat. Sedangkan bagi kalangan industri film, acara ini, selain menjadi ajang kompetisi, juga merupakan ajang promosi produk yang efektif. Apalagi bila film mereka bisa mendapat tempat terhormat, misalnya sebagai film terbaik (best picture). Dalam waktu sepekan saja, pendapatan mereka dari film itu bisa melejit dari US$ 20 juta hingga US$ 50 juta.

Film Dances with Wolves, yang meraih penghargaan Film Terbaik Academy Awards pada 1990, adalah salah satu contoh keberhasilan itu. Sepekan setelah kemenangannya, mereka meraup untung sekitar US$ 48 juta. Demikian pula dengan film Driving Miss Daisy, yang beroleh laba sekitar US$ 32 juta.

Rezeki nomplok pun bisa diraih film itu sesudah dikemas dalam bentuk video. Keuntungan dari penjualan dan penyewaannya akan berlipat-lipat. Film The Silence of the Lambs karya Jonathan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16

Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…

P
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28

Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…

Y
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28

Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…