Tiga Perempuan Menguak Takdir
Edisi: 07/31 / Tanggal : 2002-04-21 / Halaman : 62 / Rubrik : LAY / Penulis : Suyono, Seno Joko , Laksmini, Gita W. , Wibowo, Kukuh S.
PENGADILAN Tinggi Negeri Sidoarjo, bulan Mei sembilan tahun silam. Siang yang garang. Masa meluber hingga ke jalan-jalan seolah mau mengeroyok seorang wanita bertubuh ramping dan kecil itu.
"Bunuuuh Mutiari, bunuuuh Mutiari !"
Pasukan keamanan membuat pagar betis. "Huuuuu ." Mutiari, saat itu 26 tahun, mencoba menyembunyikan wajahnya dengan map merah. "Marsinah siapa yang punya! Marsinah siapa yang punya! Yang punya kita semua ." Yel-yel buruh berkumandang. Bahkan ada yang mencubles dengan peniti saat perempuan berkulit putih alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga itu masuk ke ruang sidang.
Inilah sepotong sejarah gelap yang diangkat Slamet Rahardjo ke layar putih. Berdarah dan menyesakkan. Dan suasana di Sidoarjodan Indonesiamenjadi gerah oleh kematian Marsinah yang penuh misteri dan bau rekayasa itu.
Menurut opini yang berkembang di masyarakat saat itu, Mutiarilah otak pembunuhan Marsinah. Setelah melalui proses panjang berliku itu, Mahkamah Agung membebaskan Mutiari, Yudi Susanto, Ayip, Bambang Wuryantoro, A.S. Prayogi, Suwono, Widayat, dan Suprapto dengan alasan tuduhan tidak cukup bukti. Keputusan itu melegakan para aktivis hak asasi, tapi sebagian masyarakat lain menganggapnya kontroversial.
Film Marsinah mencoba merekam penderitaan Mutiari dan kawan-kawan dari sel ke sel; bagaimana mereka disiksa untuk menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) dan kemudian di pengadilan berbalik membelot menyangkal BAP.
Tentu sebuah film "based on true story" dengan pilihan sikap angle yang spesifik seperti ini tak akan memuaskan semua pihak. Apalagi, sampai sekarang, pembunuh Marsinah masih merupakan teka-teki. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea, yang dikenal sebagai bekas aktivis serikat pekerja, menyarankan agar film ini ditunda peredarannya. "Ini bisa menyulut pro dan kontra. Porsi Marsinah kecil sekali," katanya (baca Jacob Nuwa Wea: "Marsinah kok Dibeginikan").
Persoalan lain yang muncul adalah soal para pe-laku dalam peristiwa ini. Banyak sumber yang ditemui TEMPO mengeluh karena tidak dihubungi Slamet Rahardjo dan timnya. Sugeng, mantan perwira seksi intel Kodim Sidoarjo, misalnya, mengatakan akan menggugat produser dan sutradara bila di dalamnya disebut-sebut instansi Kodim Sidoarjo. Ia sudah ancang-ancang menyiapkan pengacara. "Ancaman" yang kurang-lebih sama dilontarkan oleh Kusaeri, mantan Komandan Koramil Porong.
Suwono, mantan koordinator satuan pengamanan (satpam) PT CPS yang mengalami siksaan berat di detasemen intel, juga merasa keberatan film Marsinah diputar. Alasannya sederhana: peristiwa itu sangat traumatis baginya. Ia khawatir film tersebut akan membuka kasus Marsinah kembali dan akan mengusik ketenangannya. Yang mendukung kehadiran film…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…