Dua Jurus Penyelesaian Utang: Pasang Badan Dan Paksa Badan

Edisi: 32/29 / Tanggal : 2000-10-15 / Halaman : 124 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Dewanto, Nugroho , Prabandari, Purwani D. , Arjanto, Dwi


DALAM mencari penyelesaian kredit macet, sikap mendua pemerintah kian lama kian menimbulkan tanda tanya. Dengan konglomerat tertentu, pemerintah bermuka manis, bahkan amat sangat manis. Tapi, menghadapi konglomerat tertentu lainnya, pemerintah menggertak, mengancam, dan menetapkan hukum paksa badan alias gijzeling. Sanksi hukum yang disebut terakhir ini sebenarnya sudah tepat sekali. Masalahnya, mengapa baru dilakukan sekarang dan kenapa tidak setiap debitor dikenai sanksi yang sama.

Sikap mendua pemerintah bisa terasa menohok bila dilihat dari penyelesaian utang yang diberikan untuk PT Chandra Asri Petrochemicals Center (CAPC). Dalam mencari solusi bagi utang macet Chandra Asri-mencakup utang pada Marubeni US$ 700 juta dan BPPN sebesar US$ 456 juta-pemerintah yang waktu itu masih diwakili Kwik Kian Gie memutuskan untuk "pasang badan". Caranya? Pemerintah menukar piutangnya menjadi kepemilikan saham 80 persen di perusahaan yang tadinya milik konglomerat Prajogo Pangestu itu. Sedangkan Marubeni menukar US$ 100 juta utangnya dengan 20 persen saham. Adapun sisa utang yang US$ 600 juta akan dibayar selama sembilan tahun.

Setelah selesai dengan Chandra Asri, dua pekan lalu pemerintah secara beruntun menyetujui penyelesaian utang dua konglomerat dengan cara serupa. Kedua perusahaan yang beruntung itu adalah PT Trans Pacific Petrochemicals Indotama (TPPI), pabrik petrokimia dengan investasi US$ 2,3 miliar kepunyaan bos Grup Tirtamas, Hashim Djojohadikusumo, yang berlokasi di Tuban, dan Texmaco milik pengusaha Marimutu Sinivasan yang kaya dengan kredit macet Rp 17 triliun. Skema pengembalian utang keduanya berupa 70 persen sahamnya diambil alih pemerintah, 30 persen lagi tetap dikuasai pemilik lama.

Pembenahan utang dengan pola debt to equity swap tersebut jelas sangat menguntungkan pengusaha bersangkutan. Sebab, dengan porsi saham minoritas, kini mereka terbebas dari tanggung jawab atas kewajiban yang masih tersisa. "Sekarang pemerintah yang harus pusing mengelola perusahaan tersebut," kata ekonom Faisal Basri. "Juga menanggung utang kepada kreditor luar negeri." Dan bila perusahaan itu pada akhirnya bangkrut, pemerintah akan mendapat pembagian aset paling akhir. "Paling-paling cuma dapat bangkainya," kata Faisal lagi.

Nah, sementara bintang keberuntungan setia menguntit Hashim dan Sinivasan, "gerhana matahari" justru meringkus beberapa konglomerat yang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…