Berselancar di Gelombang yang Mendadak Mati

Edisi: 40/28 / Tanggal : 1999-12-12 / Halaman : 78 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Taufiqurohman, M. , Hidayat, Agus , Nur-Yasin, Ali


PENGUSAHA dan pejabat di Indonesia kadang kala bisa digambarkan seperti baju dan gantungannya. Ketika sang pejabat berada tinggi di puncak, si pengusaha juga akan terkerek naik. Dari "atas" sana, tak akan ada perintah yang bisa dibendung, tak ada urusan yang boleh menghadang. Bisnis apa pun bisa disetir, menggelinding bebas hambatan. Namun, ketika si kuasa jatuh, laksana baju dilepas dari cantolannya, si pengusaha langsung limbung, laksana berselancar di gelombang yang tiba-tiba mati, kemudian jatuh terempas.

Itulah yang sepertinya sedang terjadi pada keluarga Marimutu, pemilik kerajaan bisnis Grup Texmaco. Setelah sang adik, Marimutu Manimaren, dihantam keras skandal Bank Bali, kini giliran Marimutu Sinivasan yang menjadi buah mulut orang ramai. Pengusaha kelahiran Medan itu dituduh menyelewengkan kredit yang diterimanya dari Bank Indonesia-melalui Bank BNI, BRI, dan Exim-senilai Rp 9,8 triliun.

Kasus Manimaren begitu alot diselesaikan. Sampai kini, ia hanya dicekal dan belum menjadi tersangka. Kasusnya pun tak jelas: rentetan Bank Bali atau terkait kasus sang kakak. Sedangkan kasus Sinivasan bergulir kilat. Setelah Menteri Negara Pembinaan BUMN/Investasi, Laksamana Sukardi, membuka kasus ini di DPR awal pekan lalu, tiga hari berikutnya Sinivasan sudah menjadi tersangka-tepatnya setelah Laksamana Sukardi menyerahkan berkas lengkap kepada Jaksa Agung Marzuki Darusman, Kamis pekan lalu. Sinivasan disangka melakukan beberapa pelanggaran sekaligus, dari penyelewengan kredit, mark-up investasi, sampai pelarian devisa.

Kakak-adik ini dianggap telah mengobok-obok dunia perbankan Indonesia. Manimaren diduga keras "memelintir" Bank Bali melalui tangan Joko S. Tjandra dan Setya Novanto, sementara Sinivasan dituding menjadi penyebab bobolnya Bank Indonesia senilai Rp 9,8 triliun. Memang, keduanya belum disidangkan dan belum dinyatakan bersalah, tapi jejak-jejak tangan mereka makin membuka mata bahwa dunia perbankan Indonesia begitu rapuh dari intervensi. Dan itulah salah satu penyebab bencana menggunungnya kredit macet yang menyumbat urat nadi ekonomi Republik selama masa pemerintahan Soeharto dan Habibie.

Tentu saja ini bukan "dosa" keluarga Marimutu semata. Di zaman itu, ada banyak taipan dipelihara untuk berbagai tujuan,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…