Mtv Revolusi Layar Kaca
Edisi: 20/29 / Tanggal : 2000-07-23 / Halaman : 47 / Rubrik : LAY / Penulis : , ,
MALAM menggebrak Jakarta. Sepasang anak muda dengan rambut sebahu yang dicat merah bergandeng mesra memasuki sebuah diskotek. Sang gadis bercelana ketat selutut berwarna hijau toska. Yang lelaki berjaket hijau khaki dengan kacamata hitam nangkring di hidungnya.
Penampilan keduanya hampir tak berbeda dengan pengunjung lainnya yang rela membayar tiket seharga Rp 75 ribu untuk sebuah ritual pergaulan. Di tempat yang lebih mirip bangsal itu, mereka akan menyaksikan kelompok musik ska asal California, Amerika Serikat, Save Ferris, berjingkrak. Inilah acara yang menyambut peluncuran sebuah stasiun radio baru, MTV on Sky.
Sejurus kemudian, pasangan berpakaian funky abis itu-begitu istilah remaja untuk menyebut busana yang nyaman dipandang-pun berbaur dengan penonton lainnya. Mereka menggoyang-goyangkan tubuh mengikuti rentak musik yang menggelegar. Suasana ingar-bingar ini melarutkan kedua sejoli itu. Sesekali si cowok yang punya tampang lumayan keren itu merapatkan pelukannya ke tubuh sang gadis. Aha, dunia seolah cuma milik mereka berdua! Sementara itu, di atas panggung, Sarah Sechan, salah satu bidadari MTV, berteriak lantang, "MTV untuk mereka yang funky. Kalau enggak mau ketinggalan, nongkrong terus di MTV."
Kalimat yang diteriakkan Sarah itulah yang membawa Dada, 20 tahun, dan Yaya, 16 tahun-sebutlah begitu nama kedua sejoli itu-datang ke acara tersebut. Mereka mempersiapkan diri betul untuk menghadiri perhelatan itu. Jauh hari sebelumnya, Dada telah mengantongi tiket masuk. Bagi mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta itu, bukan pertunjukan musik yang membuatnya datang, melainkan tiga huruf yang bernama MTV. Sebulan sebelumnya, ia juga ikhlas berdesakan di tempat yang sama hanya untuk menyaksikan penganugerahan MTV Music Award.
MTV (singkatan dari Music Television) tampaknya telah menimbulkan sebuah fanatisme baginya. MTV seolah telah menjadi oksigen baginya. Setiap hari, menurut pengakuannya, ia tak pernah absen menonton siaran televisi itu. Di hari libur, ketimbang pelesir, Dada memilih nongkrong di depan televisi. Bila berada di dalam mobil pribadinya, ia panteng frekuensi MTV on Sky, siaran radio yang berformat MTV. Paling sedikit dua acara kudu dipelototinya setiap hari.
"Kalau terpaksa enggak menonton, waduh, kayak ada yang kurang rasanya," ungkapnya di sela dentuman musik malam itu. Dia pun fasih menyebut program-program yang menayang di televisi itu. Absen menonton MTV berarti tidak ikut trend.
Bagi Dada, dan sebagian besar generasi yang kemudian disebut sebagai generasi MTV, kanal MTV itu menjadi jendela untuk mendapatkan informasi. Ia mengaku mengadopsi banyak hal, mulai kampanye anti-drugs hingga pola pikir remaja MTV, yang disebutnya inovatif. "Gue paling suka dengar gaya para VJ (video jockey)-nya, yang dinamis, enggak lemot (lemah otak, artinya bodoh-Red.) kayak presenter lain yang ada saat ini," katanya.
Dada hanyalah salah satu dari anak-anak muda di pelosok Jakarta dan kota lain di Indonesia yang keranjingan MTV. Tak bisa dimungkiri, gempuran saluran televisi yang selama sehari semalam menyetel videoklip dari berbagai jenis musik ini memang punya daya magis yang kuat bagi remaja. Format siaran radio yang ditransfer ke dalam bentuk visual menjadi daya tarik tersendiri. Alhasil, sajian musik yang ditampilkan terasa begitu hidup. Belum lagi, bumper atau potongan-potongan gambar yang dicuplik dari berbagai video yang atraktif memang menarik dinikmati.
Stasiun televisi dengan segala ciri khasnya ini telah menjadi identitas tersendiri bagi remaja. Simak penuturan Rizal Mantovani, sutradara videoklip yang sering diminta menjadi juri sayembara gadis sampul untuk beberapa majalah remaja. Dari pengalamannya itu, dia mendapat kesan bahwa MTV telah menjadi ikon bagi remaja. "Mereka menyatakan selalu menonton MTV sehari-hari. It's something that says, hey I'm a hip girl, I watch MTV," tutur pria yang sudah meraih berbagai penghargaan untuk karya videoklipnya itu.
Menurut Rizal, MTV memang khas remaja. Itu bisa dilihat dari logo yang dipakai, yang sangat mewakili remaja. "Lihat saja, huruf M-nya mewakili struktur yang established, sementara huruf TV-nya, yang berupa graffiti, wujud dari sikap pemberontakan," katanya. Rizal sendiri bisa dikatakan sutradara yang karyanya banyak dipengaruhi oleh videoklip yang…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…