Meneropong Pramoedya Lewat 'lentera'
Edisi: 09/28 / Tanggal : 1999-05-10 / Halaman : 55 / Rubrik : LAY / Penulis : Kleden, Hermien Y. , ,
SETIAP kali membaca karya-karya Pramoedya Ananta Toer, saya selalu merasa kagum, tapi juga sekaligus terganggu. Saya mengagumi karya-karyanya, yang secara persisten melantunkan humanisme. Pram mengakui berguru kepada Multatuli, pengarang Max Havelaar, yang mengatakan bahwa tugas manusia adalah menjadi manusia. Dalam karyanya, Pram selalu menampilkan revolutionary hero yang menentang pelbagai situasi tidak manusiawi yang datang dari tradisi, seperti feodalisme priayi Jawa, maupun dari pihak asing, seperti kolonialisme dan imperialisme.
Betapa tidak manusiawi-nya feodalisme bisa dibaca dalam Bumi Manusia, yakni ketika Minke, anak Bupati yang telah belajar pengetahuan Eropa, merasa terhina sekali waktu bertemu ayahnya: "harus merangkak, berengsot seperti keong, dan menyembah seorang raja kecil yang, barangkali, buta huruf pula--." Kolonialisme juga tidak manusiawi karena, di samping sistem itu sendiri menindas dan mengisap, ia membentuk orang semacam Sa'aman (dalam Blora), yang akibat penganiayaan kolonial akhirnya dikuasai dendam sehingga menjadi jahat. Kolonialisme jugalah yang melahirkan pegawai TEMPO berhasil memperoleh semua lembaran Lentera selama empat tahun (1962-1965) atas bantuan Prof. Jomo S. dari Universitas Malaya, Kuala Lumpur. Bersama beberapa rekannya, antara lain Prof. Ben Anderson dari Universitas Cornell, Amerika Serikat, Jomo mendokumentasikan semua lembaran Bintang Timur yang asli. Salinan Lentera--berikut mikrofilm yang mendokumentasikan seluruh isi harian Bintang Timur itu--disumbangkan Jomo dan kawan-kawan kepada TEMPO.
Pramoedya Ananta Toer, selain duduk sebagai redaksi, juga aktif menulis dalam lembaran itu: cerpen, ulasan budaya, dan polemik. Sesekali lembaran itu memuat pidatonya dalam acara-acara budaya. Berikut ini sebagian kutipan artikel, pidato, serta pernyataannya dalam berbagai kesempatan yang dimuat dalam Lentera sepanjang 1962-1965, masih dalam ejaan aslinya:
JANG HARUS DIBABAT DAN HARUS DIBANGUN
Simposion Sastra pertama jang berlangsung di Nederland ini mengandung unsur2 bagi perkembangan sastrawan dan sastra Indonesia sesudah itu. Disinilah sardjana hukum Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa "Revolusi telah menjebabkan manusia modern Indonesia menginsafi, bahwa kemerdekaan jang telah diperdjuangkannja dengan bersemangat itu pada hakikatnja membuatnja lebih melarat, karena ia telah kehilangan segala2nja .... (dan dalam situasi kehilangan semua2nja ini pembitjara itu sendiri telah berhasil mengeduk keuntungan berlimpah sampai dapat meningkatkan djumlah miljuner nasional dengan dirinja sendiri). Andil Takdir kepada Revolusi memang meragukan, sekalipun ia seorang anggota KNIP dari sajap PSI, seorang kapitalis jang bitjara atas nama sosialis.
(Djum'at, 10 Agustus 1962)
JANG HARUS DIBABAT DAN HARUS DIBANGUN
Gugatan jang tertudju kepadanja menjebabkan Takdir dalam madjalah "Pembangunan", 1947, berusaha membersihkan dirinja dengan bergajutan pada R.A. Kartini jang terusmenerus dihormati baik didjaman pendjajahan Belanda, Djepang, maupun semasa Revolusi itu, pdhal bukankah Kartini mengandjurkan kerdjasama antara Pribumi dengan Belanda?
Dan justru gajutan ini mendjelaskan pada kita bahwa Takdir tak banjak mengerti tentang perdjuangan kemerdekaan jang sedjak permulaan abad ini melulu kriteria dan taraf2nja.
Madjalah "Pembangunan" tidak pernah mempunjai otorita sehingga suaranja pun padam tanpa meninggalkan gaung. Dan sedjak Konggres Filsafat tsb praktis ia semakin lama semakin dekat kepada golongan ko, golongan pengchianat semasa Revolusi itu, malah semasa pemerintahan federal di Djakarta, perusahaannja mendapat kemadjuan tjepat dan melompat.
(Djum'at, 31 Agustus 1962)
PRAMOEDYA ANANTA TOER DI UNIVERSITAS GADJAH MADA JOGJA: KITA MENOLAK MANIKEBU KK-PSI ADALAH SOAL PRINSIP DG SEGALA KONSEKWENSINYA
(Jogja,(L) -- "Kita menolak Manikebu/KKPSI adalah soal…
Keywords: Pramudya Ananta Toer, Buku Pramudya Ananta Toer, Novel Pramudya, Novel Bumi Manusia, Novel Anak Semua, 100 tahun Pramoedya Ananta Toer, 
Foto Terkait
Artikel Majalah Text Lainnya
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…