Jempol Habibie, Beban Rakyat

Edisi: 02/28 / Tanggal : 1999-03-22 / Halaman : 68 / Rubrik : LAPUT / Penulis : , ,


BAPAK polah, rakyat kena getah. Barangkali itulah tamsil yang tepat untuk menggambarkan upaya pemerintah menyehatkan perbankan. Tanpa disadari banyak orang, rekapitalisasi bank, yang hasil seleksinya diumumkan akhir pekan lalu itu, akan meminta tambahan ongkos yang cukup besar. Biaya ekstra ini, apa boleh buat, bakal dibebankan ke pundak rakyat pembayar pajak.

Sepintas kilas, seleksi bank-bank yang layak direkapitalisasi ini memang terkesan adil dan bebas dari tekanan politis. Vonis terhadap nasib bank, entah yang ditutup ataupun yang diinjeksi modal, sepertinya didasarkan semata-mata pada pertimbangan ekonomi. Salah satu buktinya, bank-bank yang semula digosipkan akan lolos melalui pelbagai "jalan belakang" ternyata akhirnya harus ketanggor alias tertinggal di landasan.

Bank Papan Sejahtera, misalnya. Bank yang sebagian sahamnya dimiliki kiai berpengaruh Abdurrahman Wahid ini sempat diduga bakal lolos karena pertimbangan politis. Tapi ternyata tidak. Bank Papan berada di antara 38 bank yang ditutup, dan Gus Dur, calon presiden dari Partai Kebangkitan Bangsa, yang tiga bulan lalu membeli bank ini dengan harga mahal, akhirnya batal jadi bankir.

Tidak manjurnya tekanan politik juga tampak dari tergusurnya bank milik pengusaha yang punya koneksi politik kuat. Bank Pesona Kriyadana (nama baru Bank Utama) milik Tommy Soeharto, yang lolos dari gelombang likuidasi satu setengah tahun lalu, misalnya, kini ikut kena gebuk. Begitu juga Bank Yakin Makmur (Yama) milik Tutut, dan Bank Alfa (reinkarnasi Bank Andromeda) milik Bambang Trihatmodjo.

Bukan cuma itu. Kekuatan "lobi" yang semula pernah dikhawatirkan bakal membengkokkan keputusan pemerintah ternyata juga tak banyak bekerja. Ini terlihat dari tersingkirnya bank-bank milik pengusaha pribumi, yang kabarnya kini sedang dapat angin. Bank Intan milik Fadel Muhammad ikut kena hantam. Akibatnya, pengusaha yang dikenal sebagai salah satu dari The Ginandjar's Boys itu harus menggantung impiannya untuk mendirikan bank syariah.

Nasib yang sama juga dialami pemilik jaringan hotel berbintang Sahid Sukamdani Gitosardjono. Pengusaha pribumi yang cukup berpengaruh ini…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…