Farida Hariyani: Perlawanan Dari Bukit Janda

Edisi: 17/27 / Tanggal : 1999-02-01 / Halaman : 30 / Rubrik : ALB / Penulis : Pareanom, Yusi A. , Setiyardi,


Farida Hariyani adalah salah satu dari kita yang pernah bertanya
ke mana para lelaki di desa-desa di Kabupaten Pidie, Aceh. Nama
yang mendadak mencuat ketika ia mengumpulkan sekitar 700 orang
janda untuk dipertemukan dengan tim DPR yang dipimpin oleh Hari
Sabarno yang berkunjung ke sana. Tujuh ratus janda! Dan menurut
Farida, sebetulnya jumlah janda itu lebih dari jumlah yang
sesungguhnya. Bekas Gubernur Aceh Ibrahim Hasan pernah
memperkirakan jumlah janda di Aceh mencapai 6.000 orang, adapun
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 1998
menaksir jumlahnya sekitar 3.000 orang.

Tentu saja bukan hanya karena itu Farida diganjar dengan Yap
Thiam Hien Award (bersama Munir), Desember 1998 silam. Bukan
pula hanya karena keluarganya yang menjadi langganan teror
aparat keamanan atau karena ia sudah menjadi "ibu" dari seluruh
keluarga yang kehilangan ayah di perkampungan di Kabupaten
Pidie.

Ketika ia datang ke Jakarta membawa para janda dan anak-anak
yatim korban daerah operasi militer (DOM) untuk bersaksi, secara
otomatis Farida telah membangkitkan kesadaran masyarakat
Indonesia. Peristiwa itu seolah-olah sebuah informasi (baru)
bagi masyarakat luas, betapa buruknya dampak satu daerah yang
dijadikan operasi militer. Pengurus Yapusham (Yayasan Pusat Hak
Asasi Manusia), Aristides Kattopo, menilai penghargaan itu layak
diterima Farida karena berhasil mengatasi rasa takut ketika
berhadapan dengan institusi negara yang mengancam hak hidup
sebagian masyarakat.

Di Aceh, kampung yang warganya terdiri dari janda--karena para
lelaki tewas terbunuh atau lari bersembunyi ke desa lain--adalah
suatu pemandangan yang menjamur. Desa Cet Kong, Kabupaten Pidie,
sebetulnya hanyalah salah satu "Bukit Janda" dari sekian kampung
janda yang bertebaran di Aceh. Kebetulan, Farida Hariyani adalah
salah satu sosok yang dikenal gigih mengangkat persoalan ini ke
permukaan. Tepatnya, dialah yang paling keras menyuarakan
persoalan ini ke Jakarta. "Saya melihat mereka sebagai kaum
lemah. Hati saya tergugah karena banyak janda dan anak-anak
yatim yang tidak memiliki tempat bernaung," katanya kepada
TEMPO, yang menemuinya nun di Desa Pulo, Kecamatan Bandar Dua,
Pidie, yang terletak tiga jam dari Lhokseumawe.

Dan untuk sebuah perhatian yang besar kepada para janda dan anak
yatim, Farida mempertaruhkan keselamatan dirinya, termasuk teror
terhadap keluarganya.

****

Nun di Desa Pulo, Kecamatan Bandar Dua,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

P
PELANTIKAN
1994-05-14

Menteri penerangan harmoko melantik anggota dewan pers periode 1994-1996 di jakarta. mereka terdiri dari birokrat,…

P
PENGHARGAAN
1994-05-14

Mantan menteri agama munawir sjadzali mendapat penghargaan ma'al hijrah dari pemerintah malaysia. ia dianggap berjasa…

P
PEMBEBASAN
1994-05-14

H.m. sanusi, 73, menteri perindustrian 1966-1968 dibebasakan setelah menjalani masa hukuman 10 tahun di lp…