Bangsa Indonesia Baik-baik Saja. Negaranya Yang Parah!

Edisi: 25/34 / Tanggal : 2005-08-21 / Halaman : 106 / Rubrik : LIPSUS / Penulis : Simbolon, Parakitri T., ,

"ALLAHU akbar! Dulu orang berkata bahwa Republik Indonesia tidak akan tahan delapan minggu. Kini ia telah berusia lebih dari 450 minggu.” Demikianlah Bung Karno di bagian awal pidatonya pada 17 Agustus 1954. Presiden langsung menjelaskan bahwa keberhasilan ”Negara dan Bangsa kita” itu adalah berkat ”Tuhan yang Maha Esa”. Tidak perlu penjelasan lain. Tidak ada kecemasan masa depan.

Sekarang, seandainya Bung Karno masih Presiden RI, awal pidatonya mungkin akan sama, cuma jumlah minggu disesuaikan, 450 jadi 3.120. Tapi, sekalipun Bung Karno, bakal tidak mungkin lagi ia menjelaskan ”keberhasilan” sekarang ini dengan berkat Tuhan saja. Bung Karno, seperti kita sekarang, tahu bahwa keberhasilan ”Bangsa dan Negara Indonesia Merdeka” bertahan hingga tahun ke-60 terasa hilang dalam serba kegagalan dan kemelut, ibarat setitik embun dalam banjir air comberan. Jauh lebih mungkin Bung Karno, dan kita setuju, akan meneruskan kebiasaannya memberikan julukan pada setiap tahun, sehingga tahun 2005 bisalah dijulukinya ”A Year of Reckoning” atau ”Tahun Perhitungan”.

Sungguh pelik ”perhitungan” itu. ”Bangsa dan Negara Indonesia Merdeka” hingga 60 tahun tapi toh masih kalut kronis begitu, sukar masuk akal. Bukankah Tuhan YME konon telah menganugerahi bangsa ini tanah air yang begitu indah dan kaya-raya sehingga seorang Multatuli sampai mengaguminya sebagai een gordel van smaragd langs de evenaar, untaian zamrud di khatulistiwa? Lantas, bagaimana zamrud itu kini bisa jadi gombal, gundul, dengan sekitar 20 persen dari 109 juta hektare hutan anugerah Tuhan itu dibabat seliar-liarnya? Ladang minyaknya mengering,…

Keywords: -

---

Foto Terkait