Saat Sineas Perempuan Berkata

Edisi: 42/36 / Tanggal : 2007-12-16 / Halaman : 67 / Rubrik : LAY / Penulis : Suyono, Seno Joko , ,


Dari Teheran hingga Jakarta, lalu kita ke pelosok Cibinong atau Yogyakarta. Dari Inggris hingga Karachi, lalu kita menemukan hal yang sama. Perempuan masih memiliki cerita yang selalu ditimbun di dalam dada. Kali ini Jakarta International Film Festival menayangkan Persepolis karya novelis grafis Marjane Satrapi sebagai pembukaan, dan Chants of Lotus karya empat sutradara perempuan Indonesia sebagai penutup. Perempuan bukan berbicara soal tubuh (yang disiksa) atau anak (yang diculik dan dipaksa kawin), bukan cuma persoalan pemerkosaan atau HIV, tapi juga perang dan korban perang. Tempo kali ini mengisahkan para perempuan yang bercerita.

Stevie Wonder, Julio Iglesias, Pink Floyd. Mata si kecil Marjane mendelik. Ia mendekati jejeran lelaki di sebuah jalan di Teheran yang berjualan kaset-kaset rock dan pop secara diam-diam, seolah mereka menjual heroin. ”Mau apa…? Iron Maiden?”

Marjane akhirnya membeli kaset Iron Maiden, grup musik cadas asal London yang digawangi vokalis Bruce Dickinson itu. Ia membawa pulang ”barang dekaden” itu dengan selamat, meski di jalan Marjane kepergok dua perempuan tua, yang menginterogasinya karena melihat pin Michael Jackson tersemat di dadanya. Di rumah, ia mengalami ekstase, melepas jilbabnya, berjingkrak, mendengarkan gempuran sangar musik heavy metal sembari ”mencabik-cabik” raket. Dalam imajinasinya, Marjane merasa dirinya seperti gitaris Iron Maiden, Dave Murray, yang gahar dan berambut panjang itu.

Itulah Persepolis, film yang berhasil meraih penghargaan dalam Festival Film Cannes tahun ini dan menjadi pembuka JiFFest ke-9. Baru kali ini sebuah film animasi menjadi pembuka JiFFest. Film ini sempat menjadi kontroversi di Cannes karena dianggap menggambarkan perubahan sosial di Iran di mata seorang perempuan yang sejak kecil dididik orang tuanya dengan demokratis. Oleh Mehdi Kalhor, penasihat kebudayaan Presiden Iran Ahmadinejad, film ini dianggap membawa gagasan Islamofobia.

Film ini diangkat dari novel grafis karya Marjane Satrapi, 38 tahun, yang menulis dan melukis berdasarkan pengalaman pribadinya. Ilustrator yang lahir di Iran dan kini menetap di Paris itu menjadi saksi perubahan politik di Iran pada 1970-an, saat pemerintahan Shah berpindah ke Imam Khomeini dan kemudian terlibat perang melawan Irak. Lalu pengalamannya saat remaja dikirim ke Wina dan akhirnya pada usia 20 tahun ia kembali ke Teheran, menjadi mahasiswa seni rupa.

Semua ini sebelumnya dituangkan Marjane dalam seri novel grafis—sebuah komik yang dipuji kritikus mana pun karena gambar-gambarnya sederhana, hitam-putih, tapi mampu menampilkan banyak situasi secara kuat. Ia mengadaptasi komiknya itu, memadatkan, menghidupkannya ke dalam sebuah animasi.

Cannes adalah tempat berseminya para sutradara Iran. Dari festival inilah debut pertama sutradara-sutradara Iran, dari Abbas Kiarostami sampai Samira Makhmalbaf. Film-film mereka memikat karena menampilkan bahasa film berbeda. Mereka berbicara persoalan sosial Iran, tapi secara tak langsung. Dan kini muncul sebuah film animasi yang berani mengungkapkan segala ”anomali”…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16

Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…

P
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28

Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…

Y
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28

Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…