Si Roda Empat Lagi Gundah

Edisi: 23/15 / Tanggal : 1985-08-03 / Halaman : I-X / Rubrik : PWR / Penulis :


SEORANG pengemudi mengeluh. Jalan yang sudah lebar di Jakarta, ternyata masih selalu macet saja. "Gara-gara banyak mobil kreditan, begini nih jadinya," keluhnya.

Pemikiran yang cukup masuk akal. Ia tentu sering membaca iklan dan spanduk yang menawarkan mobil dengan cara pembayaran angsuran. Orang pun sering mencibir ke arah garasi rumah mewah yang memuat lima-enam mobil dan menuduhkan ledakan populasi mobil yang belum mengenal pengendalian kelahiran ini sebagai biang keladi kemacetan lalu lintas di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Ledakan populasi kendaraan bermotor memang baru berdampak pada keadaan lalu lintas jalan raya. Bagi para industriwan mobil sendiri, apa yang sekarang telah terjadi temyata masih jauh di bawah harapan. Industri perakitan mobil belum mencapai volume minimum untuk dapat beroperasi secara menguntungkan bila harus melakukan seluruh tahap produksi (full manufacturing). Astra membuat 70.000 mobil segala tipe tiap tahun. Honda membuat 8.000 unit dan Garmak (Chevrolet dan Opel) hanya 7.000 unit. Untuk pengoperasian full manufacturing agar mencapai titik impas, kata beberapa orang industriwan mobil, sedikitnya harus dibuat 30.000 mobil untuk setiap tipe.

Full manufacturing agaknya merupakan obsesi yang menghantui industri mobil Indonesia pada saat ini. Situasinya memang berbeda dengan Malaysia yang tahun ini mulai melaksanakan pembuatan "mobil nasional" ber merek Proton Saga yang sepenuhnya dibuat di Malaysia. Sekalipun banyak "lawan" PM Mahathir menyebutnya bukan "mobil Malaysia" melainkan " mobil Jepang" karena seluruh desainnya dari Mitsubishi, Mahathir toh lebih kongkret mewujudkan gagasannya. Dengan investasi 500 juta ringgit, produksi pertama Proton Saga hanya mencapai 7.500 unit.

"Itu berarti tiap mobil disubsidi Pemerintah Malaysia sekitar delapan juta rupiah," kata seorang sumber. Sedangkan di Indonesia, gagasan full manufacturing ini sepenuhnya harus dilakukan swasta. PM Lee Kuan Yew di Singapura bahkan menutup industri perakitan mobil mengingat kecilnya volume yang dapat diserap republik pulau yang berpenduduk 2,7 juta orang. Lebih baik mengimpor kendaraan built-up.

Indonesia yang sudah membuat pesawat terbang sendiri, ternyata masih mengalami cukup banyak hambatan di sektor industri mobil. Penggunaan mesin buatan dalam negeri yang menurut jadwal full manufacturing sudah harus dilakukan pada awal 1985 hingga kini belum terlaksana. Padahal kita semua tahu bahwa industri mobil merupakan industri yang paling strategis bagi suatu negara. Itu pula sebabnya Pemerintah Amerika Serikat mati-matian mempertahankan industri mobilnya dari gempuran Jepang. Soalnya, industri mobil adalah jenis industri yang paling mudah di konversikan menjadi industri kesenjataan. Pada Perang Dunia ll semua industri mobil di dunia berubah menjadi pabrik mesin perang. Fiat di Italia bahkan membuat pesawat terbang tempur.

H. Syarnubi Said, presiden direktur Krama Yudha Group yang memproduksi mobil Mitsubishi, mengatakan bahwa secara keseluruhan keadaan pasar mobil di Indonesia dalam keadaan yang cukup kritis. Pernyataannya itu didasarkan pada kenyataan bahwa sejak tahun 1982 penjualan mobil di Indonesia (total market) mengalami penurunan.

Syarnubi menduga bahwa penjualan mobil tahun 1985 ini akan mengalami penurunan lagi sebesar 10%. Ia memperkirakan keadaannya baru akan membaik pada 1987 karena adanya perbaikan kondisi sektor pertanian serta pembelian yang dilakukan Pemerintah untuk kendaraan sarana Pemilu. Keadaan suram ini memang membuat para perakit mobil harus menghitung lebih teliti agar langkah-langkah usahanya dapat sejalan dengan langkah kebijaksanaan Pemerintah dan tetap menghasilkan untung. Pada dasarnya setiap usaha memang mempunyai tujuan laba.

"Sampai pertengahan 1985, angka penjualan kami masih sama dengan angka penjualan semester pertama tahun lalu," kata Alam Wiyono, direktur pemasaran Toyota Astra Motor. "Tetapi, semester kedua 1985 ini bakal berat sekali. Kalau kita bisa sama dengan 1984 saja, saya rasa industri mobil boleh mengadakan kenduri besar."

Alam tak sependapat bahwa Pemilu akan mengatrol penjualan mobil. "Pemilu yang lalu Pemerintah hanya membeli 6.000 mobil," katanya.

Toyota sendiri memang mengalami pengempisan. Kalau pada tahun 1981 mereka berhasil menjual lebih dari 57.000 unit mobil Toyota segala jenis, tahun 1984 yang lalu mereka hanya mampu menjual 29.670 unit. ltu berarti, hanya sedikit lebih baik daripada pencapaian mereka pada tahun 1979.

"Kalau keadaan ekonomi kita membaik, kata alam, pastilah pasar mobil akan membaik pula. Ini tergantung pula pada kebijakan Pemerintah.

Pemasaran mobil yang malkin seret sekarang ini memang merupakan perintang utama untuk mencapai cita-cita full manufacturing Volume penjualan terus menurun. Penjualan tahun 1984 saja bahkan 12% di bawah penjualan tahun 1980. Lonjakan yang terjadi pada tiga…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
MELANGKAH MAJU dengan KESUNGGUHAN HATI
1994-03-12

Ekspor anak perusahaan surya dumai group ini sudah menjangkau ke 27 negara. pertumbuhan penjualan dan…

Y
Yang dibutuhkan pelaku bisnis: Color Pages Indonesia
1994-03-26

Segera terbit color pages indonesia. katalog tentang building materials dan equipments, dengan informasi yang lengkap…

B
BIARKAN KAMI MENYELESAIKAN MASALAH ANDA
1994-01-29

Biro administrasi efek (bae) pertama di indonesia. memberikan jasa layanan bagi perusahaan yang akan dan…