Dua Peluru Pembungkam Nero

Edisi: 27/38 / Tanggal : 2009-08-30 / Halaman : 76 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Budi Setyarso, Iqbal Muhtarom, Akbar Tri Kurniawan


DI tempat pijat Sin Cung Kok, Mal Metropolis Town Square, Modernland, Tangerang, Hendrikus Kia Walen menikmati pijit refleksi. Dinding ruang pijat mengkilat dilapisi bambu yang dipernis. Tarifnya Rp 50 ribu per jam. Tengah hari sudah lewat pada 14 Maret 2009 itu.

Satu jam melemaskan otot, telepon seluler penjaga keamanan berusia 37 tahun itu berbunyi. ”Target sudah diselesaikan,” kata Heri Santosa, temannya, di ujung telepon. Hanya itu. Hendrikus lalu bergegas meninggalkan mal. Dengan taksi, ia menuju Jakarta.

Berganti ke ojek karena jalanan macet, ia menuju Pasaraya Manggarai, Jakarta Selatan, menemui Daniel Daen Sabon. Mereka lalu menuju Tebet, tempat Heri Santosa telah menunggu. Bertiga mereka pergi ke daerah Kampung Pulo, Pondok Labu, mengambil tas plastik berisi Rp 300 juta yang dititipkan Eduardus Noe Ndopo Mbete, 38 tahun, pria asal Flores, Nusa Tenggara Timur.

Misi tuntas. Nasrudin Zulkarnaen, 41 tahun, baru saja mereka habisi seusai bermain golf di Modernland, pada siang yang mendung itu. Sebutir peluru menembus pelipis kiri, satu lainnya menghantam dahi. Setelah koma beberapa jam, Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran itu tewas esok harinya.

Polisi menangkap Hendrikus, Heri Santosa, Daniel, dan Eduardus, sebulan lebih setelah penembakan. Selasa pekan lalu, Pengadilan Negeri Tangerang mulai mengadili mereka. Keempatnya didakwa melakukan pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati.

l l l

SIGID Haryo Wibisono membaca Kompas di dalam pesawat menuju Semarang, Ahad 15 Maret 2009, pukul 07.00. Pengusaha pemilik harian Merdeka itu pulang kampung untuk nyekar ke makam ayahnya. Di halaman 15 ia mendapati berita, ”Direktur Ditembak Sepulang Golf”.

Meski tak pernah bertemu, Sigid tidak asing dengan nama Nasrudin. Lebih dari tujuh bulan, ia selalu membicarakan nama itu bersama Antasari Azhar, teman dekatnya. Menurut Setyo Wahyudi, staf pribadi Sigid, hampir setiap pekan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu bertandang ke rumah bosnya. ”Kadang-kadang sepekan dua kali,” katanya kepada polisi.

Kepada Sigid, Antasari mengeluh menjadi ”sapi perahan”, terus diperas dan diteror Nasrudin. Pada akhir 2008, teror bahkan ditujukan ke istrinya, Ida Laksmiwati. Semua berhulu dari Rani Juliani, bekas caddy padang golf Metropolitan yang, menurut Sigid, pernah ”jalan” dengan Antasari.

Antasari mengenal Rani di lapangan golf tiga tahun lalu, ketika masih menjadi Direktur Pidana Umum Kejaksaan Agung. Pada pertengahan 2008, ia menerima Rani di kamar 203 Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan.

Perempuan yang telah menjadi tenaga pemasaran itu menawarkan keanggotaan padang golf Metropolitan. Nasrudin kemudian juga datang ke kamar itu. Ia marah melihat Rani berduaan dengan Antasari. Ia ternyata telah menikah siri dengan perempuan itu.

Dari sini teror Nasrudin berawal. Ia beberapa kali mengancam akan membuka peristiwa Grand Mahakam ke Dewan Perwakilan Rakyat dan media massa. Untuk mengurangi teror, Antasari meminta tim teknologi Komisi Pemberantasan Korupsi menyadap telepon Nasrudin dan Rani. Kepada Sigid, pada satu hari, Antasari menunjukkan bagan hubungan telepon hasil sadapan.

Menurut Sigid kepada polisi, Antasari pernah menyatakan ingin menggunakan ”orang pintar” dari Indonesia Timur. Tujuannya: membuat Nasrudin sakit keras dan lumpuh. Pilihan lain, memakai preman untuk ”menghilangkan” Nasrudin.

Tapi Sigid mengaku memberikan saran kepada Antasari untuk mengambil jalan lain: datang ke kiai dan minta didoakan sehingga ”rumah Antasari tenang dan Nasrudin menjadi kasihan”. Saran lain yang diajukan Sigid, Antasari sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi mencari kasus korupsi…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…