Asuransi Hampa Pahlawan Devisa

Edisi: 27/40 / Tanggal : 2011-09-11 / Halaman : 56 / Rubrik : LAPUT / Penulis : TIM INVESTIGASI, ,


Setiap bulan, tak kurang dari 30 ribu perempuan Indonesia mengadu nasib ke luar negeri. Sebagian besar menjadi pembantu rumah tangga atau pengasuh anak di Arab Saudi, Malaysia, Hong Kong, dan sejumlah negara lain. Begitu lepas landas meninggalkan Tanah Air, mereka seperti layang-layang putus. Perlindungan tak maksimal, pemantauan nyaris nihil. Di negara tujuan, mereka diperlakukan tak ubahnya budak belian. Tak sedikit yang kemudian berakhir di penjara, di tiang gantungan, atau di rumah sakit.

Pemerintah selalu berkilah tak punya cukup biaya untuk menjamin upaya perlindungan maksimal bagi para "pahlawan devisa". Padahal setiap tenaga kerja Indonesia sudah punya polis asuransi dengan premi Rp 400 ribu per kepala yang dibayar di muka. Setiap bulan sedikitnya ada fulus Rp 12 miliar yang dibayarkan untuk asuransi buruh migran.

Tapi masalah terus berlanjut. Banyak buruh migran mengaku dipingpong ketika berusaha mencairkan klaim asuransi. Kalaupun cair, jumlahnya tak seberapa. Belakangan muncul tudingan kongkalikong antara konsorsium perusahaan asuransi dan Kementerian Tenaga Kerja. Penelusuran Tempo menemukan jejak-jejak korupsi dalam program asuransi TKI ini.

LUKA di dagu Rushani binti Matsuni, 45 tahun, sudah mengering. Tapi bekas tusukan pisau dapur sedalam dua sentimeter itu jelas terlihat. "Saya hendak dibunuh majikan saya," katanya pelan. Matanya sembap. Di Kota Saham, kawasan Al-Batinah, Oman, pada sebuah malam pertengahan April lalu, perempuan asal Banjarmasin itu sudah pasrah pada nasib.

Dia terpojok di sudut dapur. Sebilah pisau di tangan majikan perempuannya siap mengiris urat leher Rushani. Mendadak pintu didobrak, dan suami si majikan merangsek masuk. Refleks, Rushani menepis pisau di lehernya. Dagunya tertusuk. Dua hari setelah tragedi itu, dia duduk di pesawat Emirates tujuan Jakarta: dipulangkan paksa sebelum kontraknya berakhir. Ini cerita tiga bulan lalu.

"Saya dimarahi karena menuntut gaji," kata Rushani mengenang. Ditemui Tempo awal Agustus lalu di rumah penampungan TKI bermasalah milik Migrant Care—lembaga swadaya masyarakat yang aktif mendampingi buruh migran—wajah Rushani tirus dan kelam.

Perempuan beranak tiga ini bekerja di Oman sejak Juni 2009. Awalnya menyenangkan, tapi lama-lama Rushani tak betah. Gajinya tak pernah dibayarkan teratur. Kadang tiga bulan sekali. Pernah setengah tahun dia tak pegang rial.

Di malam nahas itu, Rushani memberanikan diri menuntut pembayaran gaji. Kontraknya tinggal sebulan, dan dia tak mau pulang ke Indonesia dengan tangan hampa. Bukannya fulus, justru caci maki dan ancaman pembunuhan yang dia terima.

Begitu mendarat di Bandar Udara Soekarno-Hatta, seperti ratusan TKI lain yang pulang hari itu, Rushani digiring ke Terminal 4, terminal khusus pemulangan TKI, di Selapajang, Tangerang. Seorang petugas menanyakan luka di dagunya dan mengirimnya ke Rumah Sakit Polri Dr Sukanto di Kramat Jati, Jakarta Timur. Tak ada petugas asuransi di terminal yang membantunya mengurus klaim.

Di rumah sakit, cerita Rushani mulai terkuak. Dia ditipu perusahaan pengirim tenaga kerja swasta. Semula dia dijanjikan jadi juru masak di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Baru sebulan Rushani bekerja, majikannya "menjual" dia ke agen tenaga kerja Abu Faisal Services di Kota Al-Ain, satu setengah jam dari Abu Dhabi. Sepekan di sana, seorang pria setengah baya membelinya seharga…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…