Melajoe Belanda
Edisi: 27/42 / Tanggal : 2013-09-08 / Halaman : 70 / Rubrik : BHS / Penulis : Joss Wibisono, ,
Joss Wibisono*
Tanggapan dosen Universitas Indonesia, Kasijanto Sastrodinomo, dalam kolom \"Satu Bangsa Satu Bahasa\" (Tempo, 19-25 Agustus 2013) terhadap kolom saya, \"Bahasa Nasional\" (Tempo, 29 Juli-4 Agustus 2013), sungguh menarik. Pendapatnya yang simpatik terbaca sebagai ajakan untuk berbalas pantun. Berikut ini sekadar \"pantun balasan\" itu.
Dalam \"Bahasa Nasional\", saya jelaskan pendirian penguasa kolonial Belanda bahwa bahasanya tidak untuk kaum inlanders, bumiputra tanah terjajah. Pendirian ini merupakan kelainan kalau dibanding penjajah Eropa lain. Tapi itu sama sekali tidak berarti Belanda berpangku tangan dalam soal bahasa. Lingua franca Hindia Belanda mereka jadikan sasaran. Semula mungkin cuma iseng, tapi pada akhir abad ke-19 obok-obok bahasa Melajoe itu jadi serius, sampai akhirnya pada 1901 lahirlah peraturan ejaan Van Ophuijsen. Kenapa mereka melakukan ini? Apa perlunya mengutak-atik bahasa kaum inlanders kalau mereka tidak ingin kalangan terjajah fasih berbahasa Belanda?
Penguasa mana pun, tak terkecuali penguasa kolonial, perlu berkomunikasi dengan rakyatnya. Gubermen dulu, misalnya, perlu berkorespondensi dengan penguasa tradisional. Penguasa kolonial juga perlu…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Pembantu: Dari Rumah Tangga sampai Presiden
2007-11-04Membantu dan menolong adalah contoh kata yang disebut bersinonim. keduanya dapat saling menggantikan: bisakah membantu/menolong…
Pusat Bahasa dan Sultan
2009-10-18Suatu waktu, cobalah anda membuka homepage resmi pusat bahasa departemen pendidikan nasional, www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/. situs tersebut…
Metafor dalam Diplomasi
2009-09-06Sudah 10 tahun bekas provinsi termuda indonesia, timor timur, yang berintegrasi pada 17 juli 1976…