Deddy Arsya: Pascakolonial, Ironi, dan Humor

Edisi: 45/42 / Tanggal : 2014-01-12 / Halaman : 68 / Rubrik : LIPSUS / Penulis : TIM LIPSUS, ,


Kumpulan puisi Deddy Arsya, Odong-odong Fort de Kock, menunjukkan perkembangan baru yang hampir permanen dalam puisi Indonesia mutakhir: sebuah situasi pascakolonial. Situasi ini memberi cara pandang baru terhadap sejarah nasional.

Masyarakat yang terbebas dari penjajahan ini tiba-tiba merumuskan kembali jati dirinya tanpa bisa melepas atau menghapus jejak-jejak kolonialisme di dalam diri dan lingkungannya. Bagaimana ia merumuskan jati diri itulah yang penting diingat dalam puisi-puisi Deddy.

Penyair kelahiran Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, pada 15 Desember 26 tahun lalu, ini mengedepankan ironi dan humor. Humor bisa menghindari sikap kaku dan keresmi-resmian terhadap sejarah. Humor membuat yang resmi dan kaku jadi berantakan, menjadi bahan ejekan, sebentuk langkah yang juga bisa disebut "bersikap ironis" terhadap sejarah.

Deddy tidak hanya bersikap ironis dan humoris terhadap fakta sejarah, tapi juga kepada setiap potongan peristiwa yang ia angkat ke dalam…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Merebut Kembali Tanah Leluhur
2007-11-04

Jika pemilihan presiden dilakukan sekarang, megawati soekarnoputri akan mengalahkan susilo bambang yudhoyono di kota blitar.…

D
Dulu 8, Sekarang 5
2007-11-04

Pada tahun pertama pemerintahan, publik memberi acungan jempol untuk kinerja presiden susilo bambang yudhoyono. menurut…

Sirkus Kepresidenan 2009
2007-11-04

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, email membawa informasi dari kakak saya. dia biasa menyampaikan bahan…