Cindy Adams: Saya Bukan Cia
Edisi: 44/43 / Tanggal : 2015-01-04 / Halaman : 52 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Yuli Ismartono, Hermien Y. Kleden, Qaris Tajudin
Duduk di ruang tamu apartemen Kartika Sukarno Seegers di Dharmawangsa Residence, Jakarta Selatan, Cindy Adamsââ¬âpenulis biografi Bung Karnoââ¬âagaknya telah jauh menaklukkan waktu. Wajahnya segar bugar, terlihat lebih muda dari usianya; ingatannya terang dan tajam; suaranya mengguntur manakala mendebat pertanyaan. Tata rambutnya masih seperti duluââ¬âdisisir ke belakang, lalu disunggi ke atasââ¬âmemaparkan paras yang masih jelita di umur 89 tahun.
Tempo merekam dua kali kunjungan wartawan asal New York ini ke Jakartaââ¬âpasca-1967. Pada 1974, Cindy datang bersama Joey Adams, suaminya, seorang komedian. Lalu pada 1983 saat halalbihalal di rumah Masagung. Di situ, Cindy duduk bersisian dengan Dewi Sukarnoââ¬âistri Bung Karno asal Jepang, dan ibu Kartika. Toh, baru pada kunjungan kali ini penulis buku Sukarno: An Autobiography as Told to Cindy Adams (Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia) itu berbicara blakblakan tentang kisah di belakang penulisan buku-bukunya tentang Sukarno.
Otobiografi tersebut tidak hanya mendekatkan Cindy dengan Sukarnoââ¬âyang dipanggilnya "Bapak"ââ¬âtapi juga dengan keluarga presiden pertama Indonesia itu. Dewi Sukarno adalah sahabatnya dan Kartika, putri Dewi, merupakan anak lindung (godchild) Cindy. Hampir tiga tahun dia habiskan untuk wawancara, riset, dan penulisan buku pertamanya tentang Sukarno.
Menurut Cindy, Sukarno telah lama ingin menuturkan cerita hidupnyaââ¬âtapi tak kunjung kesampaian karena kesibukan dan belum ketemu momen yang tepat. Perjumpaan mereka di Istana Merdeka pada 1961 ternyata membuhulkan hubungan panjang: Sukarno sebagai narasumber, Cindy Adams sebagai wartawan dan penulis. Dan keduanya melahirkan otobiografi si Bung. "Barangkali Bapak tertarik pada selera humor saya sehingga setuju memberi wawancara," ujar perempuan New York ini seraya tertawa lebar.
Suatu hari, tatkala dia tengah mengotak-atik penyedot debu yang rusak, telepon berdering dari Kementerian Luar Negeri. Mereka mengabarkan bahwa Presiden Indonesia mengundang Cindy datang untuk menuliskan kisah hidupnya. Sejak itu, hidup Cindy terbagi antara Jakarta dan New York.
Setiap pagi pukul 06.30, reporter muda Cindy Adams sudah nangkring di Istana dan memulai harinya dengan secangkir kopi tubruk. "Bapak selalu minum kopi tubruk. Selalu, kopi tubruk," ujarnya kepada Tempo. Lobi kopi tubruk sukses mempertalikan hubungan Cindy dan Sukarno.
Mondar-mandir di Istana saban hari membuat dia dituduh agen CIA oleh beberapa kalangan. "Apa peduli saya," kata Cindy. "Orang bisa bilang apa saja, kan? Yang saya lakukan adalah menulis tentang…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…