Sastrawan

Edisi: 18/44 / Tanggal : 2015-07-05 / Halaman : 114 / Rubrik : CTP / Penulis : Goenawan Mohamad, ,


Sastrawan, terutama di Indonesia, sering yakin mereka warga masyarakat yang penting—lebih penting ketimbang karya mereka. Ada "sindrom pujangga" yang sering berjangkit.

Di masa lalu, "pujangga" disebut sebagai pemberi fatwa, petunjuk ke pintu kebenaran. Ia diletakkan, atau meletakkan diri, di tataran yang lebih suci dan mulia dalam fi'il dan pengetahuan.

Di abad ke-19, Ronggowarsito menamakan salah satu karyanya Serat Wirid Hidayat Jati. Dalam buku kecil itu ia tampak siap memberikan "hidayah" yang "benar" kepada pembacanya. Di abad ke-20, di tahun 1930-an, ketika sejumlah sastrawan memaklumkan pembaruan, "sindrom pujangga" tak berubah. Mereka namakan majalah mereka Poedjangga Baroe. Mereka, terutama Takdir, memandang sastrawan sebagai pelopor dalam kerja membangun kembali masyarakat, dalam "reconstructie arbeid".

Tapi kemudian datang Revolusi 1945. Yang dijebol bukan hanya wibawa pemerintah kolonial. Pemberontakan sosial, kehendak menghabisi aristokrasi atau pangreh praja, yang disebut "feodal", meledak di Sumatera Timur dan di pantai utara Jawa Tengah. Tahun 1945:…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

X
Xu
1994-05-14

Cerita rakyat cina termasyhur tentang kisah percintaan xu xian dengan seorang gadis cantik. nano riantiarno…

Z
Zlata
1994-04-16

Catatan harian gadis kecil dari sarajevo, zlata. ia menyaksikan kekejaman perang. tak jelas lagi, mana…

Z
Zhirinovsky
1994-02-05

Vladimir zhirinovsky, 47, banyak mendapat dukungan rakyat rusia. ia ingin menyelamatkan ras putih, memerangi islam,…