Waria
Edisi: 14/45 / Tanggal : 2016-06-05 / Halaman : 62 / Rubrik : BHS / Penulis : Hendri Yulius, ,
Meskipun praktek keberagaman gender telah ada di berbagai budaya lokal masyarakat Indonesia, seperti komunitas Bissu di Makassar, "waria" atau "wanita-pria" sebagai penanda identitas yang berada di luar konteks budaya lokal mulai digunakan pada 1978. Sebelumnya, kata "wadam" atau "wanita-adam" dipopulerkan Gubernur Jakarta Ali Sadikin pada akhir 1960-an dan digunakan untuk menggantikan penggunaan kata "bencong" atau "banci" yang terkesan merendahkan bagi seorang lelaki yang berperilaku feminin. Namun penggunaan kata itu mendapat protes dari kalangan agama yang tidak setuju kata "adam" digunakan untuk menamai kelompok ini.
Dalam A Coincidence of Desires (2007), Profesor Tom Boellstorff menjelaskan bahwa waria dan bencong tidak memiliki pengertian yang sama. Seseorang bisa berkata, "Saya baru saja bertemu dengan seorang lelaki feminin-seorang banci, tapi bukan waria." Melihat kompleksitas ini, menurut dia, kata "waria" bisa secara bebas diterjemahkan sebagai "transvestit laki-laki" (male-transvestite). Perlu dicatat, penggunaan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Pembantu: Dari Rumah Tangga sampai Presiden
2007-11-04Membantu dan menolong adalah contoh kata yang disebut bersinonim. keduanya dapat saling menggantikan: bisakah membantu/menolong…
Pusat Bahasa dan Sultan
2009-10-18Suatu waktu, cobalah anda membuka homepage resmi pusat bahasa departemen pendidikan nasional, www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/. situs tersebut…
Metafor dalam Diplomasi
2009-09-06Sudah 10 tahun bekas provinsi termuda indonesia, timor timur, yang berintegrasi pada 17 juli 1976…