Si Kalung Besi, Nasibmu Kini

Edisi: 31/46 / Tanggal : 2017-10-01 / Halaman : 48 / Rubrik : LIPSUS / Penulis : TIM LIPSUS, ,


SEJAK Gubernur Jenderal Baron Sloet van de Beele meresmikan pembangunan jalur pertama kereta api di Hindia Belanda pada 1864, jaringan sepur terus tumbuh hingga 7.000 kilometer. Di masa kolonial, bisnis kereta api tumbuh secara masif. Ekonomi rakyat menggeliat sejak rel dibangun. Kebiasaan masyarakat ikut berubah mengikuti hilir-mudik lokomotif. Peran rel kereta api—yang diramal Jayabaya tujuh abad sebelumnya dengan metafora kalung besi—perlahan surut seiring dengan keberpihakan pemerintah Indonesia pada infrastruktur jalan raya. Satu yang tetap hidup ialah narasi kehidupan masyarakat di sisi-sisi lintasan. Kini, Presiden Joko Widodo hendak mengaktifkan jalur mati dan membangun rel baru. Memperingati 150 tahun kehadiran kereta api di Indonesia, Tempo melakukan napak tilas di jalur-jalur mati dan rel baru yang dibangun sepeninggal Hindia Belanda.

TUJUH abad sebelum kehadiran kereta api di Nusantara, ramalan Jayabaya telah mendahuluinya. Raja Kediri yang berkuasa pada 1135-1157 itu sempat menenung demikian: Yen wis ana kreta tanpa jaran, tlatah Jawa bakal kalungan wesi-jika sudah ada kereta tanpa kuda, Jawa akan berkalung besi.

Adalah Kolonel Carel van der Wijck, perwira Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL), yang membuat nujum raja bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabaya itu perlahan menjadi kenyataan. Di siang hari yang terik pada Selasa, 15 Agustus 1840, Van der Wijck mendadak minta bertemu dengan Gubernur Jenderal Willem van Hogendorp di Istana Rijswijk-kini Istana Negara. Derap sepatu larsnya menyiratkan warta penting yang dibawa perwira satuan zeni ini kepada Van Hogendorp.

Pria kelahiran Arnhem, Belanda, itu mengabarkan krisis kecil di Hindia Belanda yang diterjang kemarau ganas. Hasil kebun cepat busuk. Ternak dan kerbau penarik pedati mendadak mati karena kelelahan dan beban angkut yang berlebih. Gara-gara rantai produksi dan distribusi terganggu, harga komoditas di pasar melambung tinggi. Namun, bersama berita yang dibawa, Van der Wijck menenteng sebuah proposal. "Dia membawa usul pembangunan rel kereta api di Hindia Belanda," kata Artanto Rizky Cahyono, anggota komunitas pencinta kereta api Indonesian Railway Preservation Society Regional Jakarta, Agustus lalu.

Ide membangun rel kereta api tak sekonyong-konyong muncul di kepala Van der Wijck. Kesuksesan "si Blücher" buatan insinyur Britania Raya, George Stephenson, pada 1815, mengilhami usulnya. Blücher adalah lokomotif ketel uap yang mampu menarik gerbong seberat 30 ton dengan kecepatan 39 kilometer per jam. Debut Blücher di negeri asalnya cukup gemilang. Ia mampu meringkas perjalanan dari Stasiun Darlington, di pantai timur Inggris, ke Stasiun Stockton sejauh 48 kilometer hanya dalam waktu satu setengah jam. Di depan Van Hogendorp, Van der Wijck meyakinkan moda itu adalah panasea bagi krisis kecil di Hindia Belanda.

Kerajaan Belanda menerima usul Van der Wijck, tapi baru mengabulkannya 22 tahun kemudian. Ditandai dengan pemberian…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Merebut Kembali Tanah Leluhur
2007-11-04

Jika pemilihan presiden dilakukan sekarang, megawati soekarnoputri akan mengalahkan susilo bambang yudhoyono di kota blitar.…

D
Dulu 8, Sekarang 5
2007-11-04

Pada tahun pertama pemerintahan, publik memberi acungan jempol untuk kinerja presiden susilo bambang yudhoyono. menurut…

Sirkus Kepresidenan 2009
2007-11-04

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, email membawa informasi dari kakak saya. dia biasa menyampaikan bahan…