Catatan Kecil Kereta Api Kita

Edisi: 31/46 / Tanggal : 2017-10-01 / Halaman : 76 / Rubrik : LIPSUS / Penulis : Ibnu Murti Hariyadi, ,

MEMASUKI tahun ke-150 kehadirannya pada tahun ini, dunia perkeretaapian di Indonesia tengah berada dalam hiruk-pikuk pembangunan infrastruktur. Pelbagai proyek transportasi berbasis rel sedang dikebut pengerjaannya, seperti pembangunan jalur kereta api di Sulawesi Selatan dan penyelesaian light rail transit Palembang. Yang masih jadi wacana dan rencana malah lebih banyak, dari Medan, Bandung, Surabaya, Kalimantan, Sulawesi, sampai Papua.

Sejak kemunculannya di Jawa pada paruh kedua abad XIX, kereta api banyak membawa dampak perubahan pakem kebudayaan di pulau ini. Bagi kalangan Kesultanan Yogyakarta dulu, kereta api merupakan "kekalahan" ketiga bangsa Jawa atas Eropa setelah penyerbuan keraton oleh pasukan Raffles pada 1811 dan takluknya Pangeran Diponegoro pada 1830. Jalur rel Lempuyangan-Yogyakarta Tugu, yang selesai dibangun perusahaan kereta api Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij pada 1887, ternyata menabrak garis lurus imajiner utara-selatan antara Gunung Merapi-Keraton-Laut Selatan. Garis ini merupakan perlambang hubungan antara raja-rakyat dan Tuhan. Ada larangan membangun jalan besar yang memotong garis tatanan filosofis tersebut sejak awal Yogyakarta berdiri.

Sedangkan bagi rakyat kebanyakan, dunia perkeretaapian ibarat kapal besar yang menampung kehidupan puluhan ribu pegawai pribumi. Kelompok-kelompok baru selalu muncul di tiap kota yang dilalui jalur kereta api dan trem, dari buruh-pekerja, teknisi, tenaga operator, sampai kaum semi terdidik semacam juru tulis, juru bayar, dan ahli gambar. Pada…

Keywords: -

---

Foto Terkait