Jalan Seni Nasjah Djamin

Edisi: 42/46 / Tanggal : 2017-12-17 / Halaman : 52 / Rubrik : LAY / Penulis : Prihandoko, Moyang Kasih Dewimerdeka., Shinta Maharani


LUKISAN itu bergambar tiga perempuan menggendong bakul di hamparan sawah yang menguning. Perspektifnya luas, berlatar belakang gunung dan langit. Kuning, cokelat muda, hijau, dan biru muda menjadi warna-warna yang paling menonjol di dalamnya. Berjudul Panen, lukisan berukuran 134 x 134 sentimeter itu diletakkan di salah satu sudut studio seni di rumah pelukis sekaligus sastrawan Indonesia, Nasjah Djamin.

Nasjah melukis Panen pada 1994. Berbahan cat minyak di atas kanvas, Panen merupakan satu di antara 60 lukisan Nasjah yang tersimpan di rumahnya di Jalan Barokah, Bantul, Yogyakarta. Istri Nasjah, Umi Nafiah, sengaja menyimpan semuanya. Perempuan 77 tahun itu tak pernah mau menjual lukisan peninggalan suaminya. "Kalau laku semua, saya punya apa?" kata Umi. "Orang datang ke saya kan karena ingin melihat karya Bapak, bukan bertanya saya punya duit berapa."

Beberapa lukisan lain karya pelukis yang mangkat pada 4 September 1997 itu dipajang di dinding rumah. Misalnya lukisan Ombak di dinding ruang kerja Nasjah serta Bakul Menyeberang Sungai dan Di Bawah Kamboja di dinding kamar Nasjah. Lukisan-lukisan itu memperlihatkan ciri khas Nasjah: menampilkan tema alam dan keseharian manusia dengan perspektif gambar yang luas.

Saat Tempo bertandang ke rumahnya pada akhir Oktober lalu, tak semua lukisan Nasjah berada di sana. Sebagian tengah dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, pada 24 Oktober-3 November lalu. Pameran bertajuk "Retrospeksi Nasjah Djamin" itu menampilkan 23 lukisan cat minyak, 8 lukisan batik, dan sejumlah sketsa. Ada juga puluhan novel dan buku anak-anak. Ayu Pusparini, anak kedua Nasjah, mengatakan pameran itu untuk memperingati 20 tahun kepergian sang ayah. "Sekaligus memperlihatkan kepada generasi muda bahwa kita pernah punya seniman seperti Nasjah Djamin," ujar perempuan 48 tahun itu.

Menurut kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo, selama ini dunia sastra lebih mengenal Nasjah karena novelnya banyak dan menjadi perbincangan. Padahal karya lukisnya juga tak kalah banyak. Ia produktif melukis. Nasjah pernah berpameran tunggal ataupun kelompok di Singapura, Jepang, dan India. Lukisannya berjudul Rimbun (1953), yang menampakkan lanskap sebuah taman, juga pernah dipamerkan dalam Biennale II Sao Paulo di Brasil pada 1953. "Tak banyak seniman pada zamannya yang diundang dalam event penting itu," kata Suwarno.

Karya-karya dalam pameran itu menunjukkan karakter lukisan Nasjah: melukis potret dan lanskap. Menurut Suwarno, seperti rata-rata pelukis pada zaman itu-misalnya, Affandi, S. Sudjojono, dan Hendra Gunawan-Nasjah banyak melukis potret dengan obyek diri sendiri ataupun orang-orang terdekatnya. Ia pernah melukis sahabatnya, penyair Kirdjomuljo, dan anak-anak Sudjojono.

Lukisan potret Nasjah umumnya menampilkan sosok tunggal separuh badan laki-laki atau perempuan dengan bibir terkatup rapat dan mata menatap lurus ke depan. Latar belakangnya gelap agar subyek dalam lukisan menonjol. Salah satu karya potret Nasjah yang mencolok adalah lukisan perempuan muda bergaun merah dan giwang bundar berjudul Lestari Fardani (1958). Lukisan ini dia jual seharga Rp 6.000 kepada Presiden Sukarno.

Adapun dalam lukisan bertema lanskap, sosok-sosok manusia dalam lukisan itu rata-rata perempuan. Misalnya Tiga Bakul Gendong karya…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16

Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…

P
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28

Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…

Y
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28

Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…