SAMPOERNA BERPACU MEMBURU ...

Edisi: 26/18 / Tanggal : 1988-08-27 / Halaman : 1- / Rubrik : PWR / Penulis :


Pertama kali dilinting 75 tahun lalu, Dji Sam Soe bukan sekadar kuantitas usia, tapi juga kualitas rasa. Kini dikelola oleh generasi ketiga Dinasti Sampoerna, mereka berpacu memburu kesempurnaan.

MENGISAP rokok kretek, apalagi dari merek tertentu, kini tak lagi menurunkan harkat -- malah menaikkan gengsi. Bila terlihat ada seseorang sedang merokok kretek dari jenis ini, acapkali timbul tanggapan seperti: "Wah, Dji Sam Soe ya? Hebat sekarang." Kalaupun tanggapan itu tak muncul, kekaguman diam-diam akan menyertai kehadirannya.

Ada masanya, memang, ketika perokok kretek dicoba ejek. Misalnya, seperti yang dialami Almarhum Haji Agus Salim, mantan menteri luar negeri RI dalam Kabinet Syahrir di awal kemerdekaan. Hadir dalam suatu pertemuan dengan orang-orang Belanda, Agus Salim berkupiah, berkaca mata, berbaju gunting Cina dan bersarung, dan berjanggut -- enak saja menghembuskan rokok kreteknya kesana kemari. Tak ayal, asap berkandungan cengkih membuat orang Belanda terbatuk-batuk.

Namun, sang diplomat ulung yang dikenal sangat patriotis itu tenang-tenang saja sampai seseorang mencemooh dan mencela kebiasaannya merokok kretek sebagai "kampungan". Lalu, "Tahu kalian, karena cengkih yang ada dalam ramuan rokok saya inilah bangsa kalian datang ke negeri kami, menguras harta dari penjualan cengkih, dan memindahkannya ke negeri kalian." Begitu kira-kira jawaban sengit marhum Agus Salim, dan membuat yang mendengar ucapannya terdiam dan tertunduk malu.

Itu cerita dulu, ketika rokok kretek belum akrab di kalangan orang-orang non Indonesia. Kini, rokok kretek (kita sebut saja kretek) sudah menjadi bagian hidup bangsa Indonesia, bahkan menembus pasar internasional. Di Australia, sebungkus kretek bahkan bisa menjadi duta persahabatan.

Kretek sudah dikenal di Indonesia sejak 1824. Dari sebuah catatan orang Belanda, ketika itu dikenal Pak Mirah yang menjajakan kreteknya dengan bersepeda. Kretek itu hasil karyanya sendiri, dari merajang tembakau, mencampurnya dengan cengkih, lalu melinting dan menjualnya.

Setelah itu, Nitisemito dikenal sebagai "raja kretek" dari Kudus, Jawa Tengah. Sisa-sisa kerajaannya di Kota Kudus, menunjukkan kebesaran kerajaan kretek ketika itu. Awal kejayaan Nitisemito juga mulai seperti upaya Pak Mirah. Bersama anggota keluarganya, Nitisemito merajang tembakau, lalu mencampurinya dengan irisan cengkih dan melintingnya. Kretek hasil karya seluruh keluarga itu didagangkan di depan rumah. Sebagian diedarkan berkeliling. Usaha itu kian maju, Nitisemito perlu mengembangkan usahanya. Buruh melinting mulai digunakan, sebagian besar adalah kerabat dekatnya.

Dari Kudus, kretek menyebar, tidak lagi hanya di kawasan Pulau Jawa. Ekspansinya begitu cepat. Pangsa pasar rokok putih pun makin terdesak oleh kretek. Ekspor bahkan sudah dilakukan.

Seorang pakar periklanan pernah mengingatkan pada produsen rokok putih BAT di Indonesia, yang justru adalah kliennya. Bahwa mereka harus berhati-hati terhadap pasar kretek. Sang pakar melihat bahwa kretek akrab dengan kondisi Indonesia. Lagi pula para pengusaha kretek makin gigih melakukan inovasi dalam pemasaran dan produknya. Anjuran itu disampaikannya hampir lima belas tahun lalu. Nyatanya benar, kretek berfilter yang mulai dikenal awal 70-an, dan diproduksi dengan mesin menguasai pangsa pasar rokok di Indonesia.

Dalam industri kretek, produk yang menggunakan filter itu disebut sebagai SKM (Sigaret Kretek Mesin). Dan sejak SKM dikenal, penjualan kretek jenis ini melonjak, masuk pasar internasional. Karena itu, tiga produsen terbesar mengutamakan produk SKM nya. Pasar meledak. Pomosi pun dilakukan alang kepalang.

Peningkatan luar biasa SKM ternyata tak membuat SKT (Sigaret Kretek Tangan) yang dibuat secara tradisional itu, turun. Sebagian memang terdapat penurun pada produksi SKT nya. Namun, PTHM Sampoerna, produsen Dji Sam Soe, masih bertahan, bahkan pasarnya meningkat. Dji Sam Soe memang primadona bagi PTHM Sampoerna. Yang pasti, SKT adalah proyek padat karya, memerlukan banyak tenaga kerja manusia. Untuk mendapatkan produksi jutaan batang perhari saat ini, Sampoerna memerlukan ribuan tenaga kerja manusia yang cekatan dan terlatih untuk menanganinya.

Dji Sam Soe kini menapak pada usia ke 75 tahun, menembus generasi ke tiga dari dinasti "kerajaan kretek' tertua yang masih berjaya sampai kini.

Pada mulanya adalah Liem Seeng Tee dari Kampung Dapuan, Surabaya. Ia memulai bisnisnya sama dengan para pedagang kretek pendahulunya. Mulai dari merajang tembakau, mencampuri cengkih, sampai melinting dan menjajakannya sendiri. Seeng Tee men jajakan kreteknya di pasar Besar Surabaya, tak jauh dari tempat tinggalnya.

Dapoean dipakainya sebagai merek produk kreteknya yang pertama, untuk mengenang tempat tinggalnya di Kampung Dapuan. Kenangan akan produk pertamanya itu diabadikan dengan mozaik kaca di gedung tua pabrik Sampoerna yang kini dinamai Taman Sampoerna.

Pabrik Sampoerna yang didirikan tahun 1913 itu kini masih berfungsi. Didirikan setelah Seeng Tee berhasil menerapkan keinginannya untuk menjaga mutu dan rasa kreteknya. Kondisi itu hanya bisa dicapai melalui penggunaan tembakau pilihan yang harus benar-benar dipilih mulai dari bagian tembakau yang paling baik, aromanya serta kematangannya. Tembakau pilihan itu lalu dirajang sebelum dijemur. Sama halnya dengan pemilihan cengkih.

Upaya tersebut memberikan hasil pemasaran yang baik bagi Seeng Tee. Dji Sam Soe adalah salah satu produknya yang melejit di pasaran. Seeng Tee pun tetap menjaga ramuan yang telah ditemukannya. Ia menggunakan tembakau dari Madura dan campuran tembakau-tembakau dari Pulau Jawa, serta sedikit campuran tembakau dari Virginia, Amerika. Itu rahasia utamanya. "Rokok ini memang nyaris tanpa saus, " ujar Hendra Prasetya, General Manager PT HM Sampoerna sekarang.

Cita-cita mendirikan pabrik kretek setelah sekian lama berdagang kretek, tercapai. Seeng Tee mempekerjakan banyak tenaga, terutama orang-orang Kampung Dapuan. Sejak itulah tonggak sejarah Sampoerna bermula.

Usaha Seeng Tee kian maju. Ia perlu lokasi tambahan untuk gudang penyimpanan tembakau. Karena tembakau yang dijadikan kretek produknya itu bukanlah tembakau yang baru selesai diolah. Tembakau rajangan itu disimpan dulu beberapa lama, paling sedikit dua tahun, baru dilinting. Ini juga salah satu rahasia Sampoerna.

Gudang tua dekat Taman Sampoerna itu pun sampai kmi masih berfungsi, meski merupakan bagian kecil dari gudangnya yang dimiliki sekarang. Gang yang mengelilingi gudang tua itu pun masih dinamai Gang Sampoerna, seperti dulu. Gang itu pada mulanya adalah jalan darurat bagi petugas kendaraan pemadam kebakaran bila sewaktu-waktu terjadi kebakaran. Gang yang kini…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
MELANGKAH MAJU dengan KESUNGGUHAN HATI
1994-03-12

Ekspor anak perusahaan surya dumai group ini sudah menjangkau ke 27 negara. pertumbuhan penjualan dan…

Y
Yang dibutuhkan pelaku bisnis: Color Pages Indonesia
1994-03-26

Segera terbit color pages indonesia. katalog tentang building materials dan equipments, dengan informasi yang lengkap…

B
BIARKAN KAMI MENYELESAIKAN MASALAH ANDA
1994-01-29

Biro administrasi efek (bae) pertama di indonesia. memberikan jasa layanan bagi perusahaan yang akan dan…