Telepon Mengejar Masa Depan
Edisi: 14/16 / Tanggal : 1986-05-31 / Halaman : 01 / Rubrik : PWR / Penulis :
TANGGAL 22 November 1963 merupakan hari hitam dalam sejarah Amerika Serikat. Presiden John Fitzgerald Kennedy tewas ditembak. Hari itu ternyata juga merupakan hari terburuk dalam sejarah telekomunikasi Amerika Serikat. Seluruh jaringan telepon dipenuhi beban pembicaraan dari banyak orang Amerika yang ingin tahu lebih banyak tentang kematian presidennya. Sentral-sentral penyambungan telepon kalang kabut melayani lalu lintas penyambungan yang mendadak berlipat ganda. Bahkan banyak sambungan yang tak berhasil diselenggarakan karena jalur yang tersedia tak mampu lagi menampung tambahan beban.
Mengapa hal itu terjadi? Karena berita tertembaknya Kennedy pertama kali terdengar melalui radio. Orang kurang merasa yakin karena tak melihat sendiri. Budaya komunikasi yang telah merasuk dalam masyarakat itu juga menyebabkan mereka terus-menerus mencari berita dan mengkonfirmasikannya.
"Itu berbeda dengan situasi yang baru terjadi, yaitu meledaknya pesawat ulangalik ruang angkasa Challenger," kata Doris Whitfield di pusat jaringan telepon AT&T di Bedsminster, New Jersey, Amerika Serikat. "Meledaknya Challenger disiarkan melalui televisi dan semua orang melihatnya dengan jelas. Karenanya, kecelakaan besar itu tidak mendampak pada melonjaknya permintaan sambungan telepon".
Dengan 167 juta pesawat telepon di seluruh Amerika Serikat (71 telepon untuk tiap 100 orang), Amerika adalah negara dengan populasi telepon tertinggi di dunia. Sedangkan menurut jumlah pesawat telepon per kapita, Swedia-lah yang tertinggi dengan 83 pesawat telepon untuk tiap 100 orang (World Statistics, UN 1986).
Kemajuan yang dicapai di bidang telekomunikasi di Amerika Serikat sudah mencapai tingkat yang membuat semua orang iri dan takjub. Sebuah komputer di pusat riset AT&T Bell Laboratories di Murray Hill, New Jersey, memantau secara tepat setiap tambahan satuan sambungan di Amerika Serikat. Pada suatu pagi, bahkan sebelum pukul sembilan, angka tambahan itu melaju lebih dari sepuluh angka setiap menit. Sebuah keadaan yang mungkin tak terpikirkan ketika Alexander Graham Bell menemukan prinsip telepon 110 tahun yang lalu.
Terlalu jauh untuk membandingkannya dengan keadaan di negara kita. Tanpa menjadi sinis pun kita sudah harus menghadapi kenyataan pahit itu. Memesan satuan sambungan telepon, tak sedikit yang menunggu hingga dua tahun, hanya untuk memperoleh jawaban TTM (Teknis Tidak Memungkinkan). Di beberapa daerah tertentu di Jakarta, kantor-kantor sulit dihubungi dengan telepon yang sudah menjadi hotline karena terus-menerus dipakai. Bagaimana mungkin bisnis berkembang bila hanya didukung dengan satu sambungan telepon? Lalu lintas macet. Telekomunikasi macet. Dua hal utama yang membuat situasi bisnis menjadi agak primitif.
Daerah Kuningan di Jakarta yang sedang dikembangkan menjadi pusat bisnis pun merupakan katastrofi berat karena kelangkaan telepon. Orang memperebutkan sambungan telepon at all cost. Bahkan ada yang urung pindah ke Kuningan karena tak berhasil mendapat sambungan telepon. Sebuah bank besar harus beroperasi tanpa telepon selama sebulan lebih. Dapat dibayangkan berapa banyak transaksi yang hilang. Belum terhitung nasabah yang kecewa dan lantas mencabut rekeningnya di bank itu.
Pemerintah, untungnya, cukup tanggap untuk mengatasi masalah Kuningan. Bulan Februari 1985 Philips langsung dikontrak untuk membuat jaringan dengan 3.000 satuan sambungan. Jaringan ini diselesaikan Philips dalam waktu empat bulan.
PEMERINTAH memang tak menutup mata atas kenyataan ini. Apa yang sekarang telah dicapai di bidang jasa pos dan telekomunikasi pun sudah merupakan pertumbuhan yang cukup berarti dibanding keadaan sebelumnya. Dulu kita harus antri di kantor telepon pada malam hari untuk memperoleh hubungan interlokal. Itu pun harus dilakukan dengan urat leher yang tegang karena berteriak teriak.
Sekarang kita bisa melakukan hubungan interlokal kapan saja, dari rumah atau dari kantor, bahkan tanpa melalui bantuan operator di kantor telepon. Hubungan ke luar negeri pun tersambung langsung dari pesawat telepon di rumah. Perkembangan komputer yang makin lama makin terintegrasi dengan telekomunikasi telah pula dapat dinikmati bangsa kita. Kita bisa melanggani SKDP (Sistem Komunikasi Data Paket), kita bisa mengirim facsimile, kita bisa melakukan telekonferensi, dan lain-lain.
Lalu, apa yang kurang? Ya, satuan sambungannya itu. Indonesia saat ini mempunyai 700.000 satuan sambungan telepon. Dibanding dengan jumlah penduduknya, kita hanya mempunyai 0,4 pesawat telepon untuk tiap 100 orang. Artinya, posisi jurukunci di ASEAN. Singapura mempunyai 35 telepon per 100 orang. Malaysia mempunyai 6 telepon per 100 orang. Thailand mempunyai 1,2 telepon per 100 orang. Papua Nugini saja lebih baik keadaannya daripada kita. Beberapa daerah dalam peta Indonesia masih merupakan terraincognita bagi telekomunikasi. Bersama Pakistan, India dan Srilangka, Indonesia termasuk yang terkebelakang di bidang ini. Padahal jumlah 700.000 satuan sambungan yang kini tersedia itu sudah merupakan empat kali lipat dari keadaan pada awal Repelita I.
Jumlah 700.000 sambungan telepon yang tersebar…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
MELANGKAH MAJU dengan KESUNGGUHAN HATI
1994-03-12Ekspor anak perusahaan surya dumai group ini sudah menjangkau ke 27 negara. pertumbuhan penjualan dan…
Yang dibutuhkan pelaku bisnis: Color Pages Indonesia
1994-03-26Segera terbit color pages indonesia. katalog tentang building materials dan equipments, dengan informasi yang lengkap…
BIARKAN KAMI MENYELESAIKAN MASALAH ANDA
1994-01-29Biro administrasi efek (bae) pertama di indonesia. memberikan jasa layanan bagi perusahaan yang akan dan…