MENYIASATI RASA DAHAGA

Edisi: 43/16 / Tanggal : 1986-12-20 / Halaman : I / Rubrik : PWR / Penulis :


I

SEORANG pengusaha dengan tegas menyatakan bahwa industri minuman ringan di Indonesia punya masa depan yang baik. Itu karena letak Indonesia yang dilintasi garis khatulistiwa, dan berhawa panas sepanjang tahun. Meski diakuinya bahwa sebagian besar sektor ini masih merupakan industri rakitan.

Konsentrasinya masih didatangkan dari negeri asal merek minuman tersebut. Di sini tinggal diproses untuk pembotolannya. Padahal, masih ada peluang menggunakan bahan baku dalam negeri untuk industri ini mengingat negeri agraris ini juga menghasilkan beragam jenis buah yang dapat digunakan sebagai bahan bak -- industri minuman dan makanan olahan.

Untuk negeri agraris seperti Indonesia tujuan industri minuman dan makanan olahan sebenarnya merupakan suatu usaha mempertemukan sumberdaya manusia dan sumber daya alam yang dipadukan melalui teknologi.

Ini sudah dibuktikan melalui industri minuman teh yang dibotolkan. Pemasarannya sempat membuat pusing pengusaha minuman raksasa. Bagi Frits W. Triman. General Manamager PT Pabrik Limun Indonesia (PLI) sebenarnya jenis minuman tersebut bukan merupakan saingan langsung dari produk-produk minuman ringan, tetapi dalam pemasarannya memang memakan sebagian kue pangsa pasar industri minuman ringan.

Frits mengungkapkan bahwa keberhasilan industri teh dalam botol itu adalah karena minuman teh sudah menjadi kebiasaan orang Indonesia. Sehingga produk tersebut langsung dapat diterima masyarakat. Sedangkan bagi jenis minuman ringan seperti; F&N, Green Spot, dan U-Up produksi PLI itu adalah jenis minuman penyegar. Bukan sekadar pelepas dahaga.

Minuman penyegar yang dimaksud Frits biasanya ditandai dengan adanya karbon (C02) pada minuman tersebut. Tetapi, Frits menyatakan pula bahwa dengan atau tanpa karbon sebenarnya sama saja. PLI yang sudah lama memproduksi FN dan 7-Up lalu menambah produksinya dengan membuat Green Spot. Produk ini kembali ke pasaran minuman ringan di Indonesia pada triwulan akhir 1986, setelah beberapa lama menghilang dari pasaran.

Pihak pembotol terdahulu, PT Sinar National Bottling Indonesia (SNBI), terpaksa menutup usahanya karena modalnya ikut larut. Konon, jumlah yang dijual dulu tidak memenuhi overhead.

Diperkirakan produksinya ketika itu hanya berkisar antara 20.000 sampai 40.000 krat perbulan.

Minuman rasa jeruk ini, meski tidak mengandung karbon tetapi tidak diolah dengan menggunakan zat pengawet. Frits lalu menceriterakan bahwa setelah pembotolan dilakukan pasterisasi, yaitu dengan memanaskannya pada suhu tertentu.

Kelahiran kembali Green Spot dalam pangsa pasar minuman ringan di Indonesia nyatanya memenuhi selera pasar. Apalagi sekarang dikemas dalam dua jenis: botol dan karton (tetrapak). Kemasan tetrapak meluaskan pemasaran ke daerah di luar Jawa. Selain kemasannya yang ringan juga tak repot dengan tanggungan botol.

USAHA membotolkan minuman dari sari buah bisa menjadi industri yang baik untuk Indonesia. Dari berbagai jenis buah yang ada di alam tropis ini tentu akan menunjang usaha tersebut.

Masalahnya memang pada pasokan untuk Industri tersebut apakah mencukupi, mengingat industri holtikulture belum membudaya.

Seorang pengusaha melihat contoh Bangkok sebagai negara yang dapat mendirikan industri buah serta minuman dalam kemasan, dengan pasokan bahan baku dari dalam negeri. Itu adalah karena industri holtikulturanya sudah mendukung industri tersebut.

Acungan jempol boleh diberikan pada pengusaha yang sudah mengemas minuman tradisional ke dalam tetrapak. Tentu saja langsung diterima oleh masyarakat, selain rasanya yang pas, juga karena sudah akrab. Usaha ini tentu harus pula didukung pasokan bahan baku yang berlanjut bila usaha seperti inl makin berkembang. Untuk minuman jenis "gula asam" misalnya, memerlukan bahan baku asam Jawa. Pohon asam ini dulu banyak terdapat sebagai pohon pelindung di sepanjang jalan. Akan tetapi, pohon-pohon ini sudah banyak ditebangi karena pelebaran jalan. Padahal buah asam Jawa itu juga banyak digunakan sebagai bahan baku sayur asam yang digemari masyarakat Indonesia. Perkebunan asam Jawa pun rasanya belum pernah terdengar. Sehingga pasokan bahan bakunya dikhawatirkan akan menemui kesulitan nantinya.

Pasokan bahan baku untuk industri minuman dan makanan olahan pun bukan hanya dari jumlahnya, tetapi juga dari mutunya.

Alasan inilah agaknya yang menjadikan industri minuman dan makanan olahan masih banyak yang merupakan industri rakitan.

Meski beberapa sudah merupakan penemuan dan brand Indonesia.

Frezzy Malta adalah salah satu contoh minuman kemas dengan bahan baku dari luar, tetapi merupakan penemuan dan brand Indonesia. Sedyana Pradjasantosa, Commercial Director PT Multi Bintang Indonesia (MBI) dengan tegas mengatakan bahwa malta sebagai bahan baku utama Frezzy Malta memang masih didatangkan dari luar negeri.

MBI memang masih bersandar pada pasaran Bir Bintang yang besar, bahkan sudah diekspor ke Jepang. Karena sejarah perusahaan ini bermula dari Pabrik Bir Indonesia, yang kemudian mengembangkan sayap bukan hanya memproduksi minuman beralkohol, tetapi memberikan pelayanan dengan industri minuman, dan produk pertamanya sesudah berganti menjadi MBI adalah Green Sands. Meski minuman ini masih mengandung sedikit alkohol (0,8%).

Akan halnya pemasaran Frezzy Malta yang masih kurang baik, menurut Sedyana itu memang sudah diduga sebelumnya.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
MELANGKAH MAJU dengan KESUNGGUHAN HATI
1994-03-12

Ekspor anak perusahaan surya dumai group ini sudah menjangkau ke 27 negara. pertumbuhan penjualan dan…

Y
Yang dibutuhkan pelaku bisnis: Color Pages Indonesia
1994-03-26

Segera terbit color pages indonesia. katalog tentang building materials dan equipments, dengan informasi yang lengkap…

B
BIARKAN KAMI MENYELESAIKAN MASALAH ANDA
1994-01-29

Biro administrasi efek (bae) pertama di indonesia. memberikan jasa layanan bagi perusahaan yang akan dan…