PENGABDIAN TIADA HENTI

Edisi: 42/15 / Tanggal : 1985-12-14 / Halaman : I / Rubrik : PWR / Penulis :


GOBEL pada mulanya bukanlah nama yang akrab bagi telinga kita. Nama orang? Merek dagang? Atau apa? Tak heran kalau yang empunya nama sendiri lalu membuat kepanjangan yang dapat menarik perhatian orang: Gerakan Organisasi Bina Ekonomi Lemah.

Dan itu memang bukan sekadar slogan. Drs. Haji Thayeb Mohammad Gobel sendiri memulai usahanya sebagai seorang pengusaha lemah. Tahun 1954, ketika Gobel berusia 24 tahun, ia mendirikan PT Pabrik Radio dan Mesin Teknik "Intan Indonesia" yang kemudian berubah nama menjadi PT Transistor Radio Mfg.Co. Karena paberiknya berlokasi di daerah Cawang, Jakarta Timur, secara patriotis ia memberi merek "Cawang" untuk radio transistor pertama buatan Indonesia itu. Ia justru tidak memilih nama asing yang lebih mentereng atau gagah terdengar.

Seperti diakui oleh Gobel sendiri, modal materinya sangat kecil waktu itu. "Modal yang saya miliki hanya kesehatan jasmani dan rohani, kekuatan fisik dan ketabahan hati yang mampu melahirkan cita-cita untuk ikut aktif mengisi kemerdekaan melalui pembangunan," kata Gobel semasa hidupnya.

Dengan cepat radio transistor merek "Cawang" memperoleh tempat di pasar. Kepercayaan masyarakat terhadap produksi dalam negeri ini menyebar cepat hingga ke pelosok. Awal ini akan kemudian terbukti menjadi peletak dasar utama bagi sukses Gobel selanjutnya dalam memenuhi kebutuhan pasar.

Mengapa industri radio menjadi pikiran Gobel? Usia republik kita baru sembilan tahun ketika itu. Teknologi baru solid state dan transistor pengganti vacuum tube. sedang populer di dunia sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan informasi secara serentak dan luas. Bagi Indonesia dan letak geografis yang berpencaran, radio pada waktu itu merupakan sarana vital pemersatu bangsa.

Gobel melihat sasaran strategis itu, di samping - tentu saja prospek bisnis yang cerah di sektor industri elektronika. Orang-orang yang mengenal Gobel dapat menyatakan bahwa Gobel selalu mencari peluang untuk mendukung program Pemerintah. Ia mempelajari apa yang sebenarnya diinginkan Pemerintah dalam program-programnya dan kemudian menyiasati apa yang bisa diperbuat oleh perusahaannya.

Beberapa saat sebelum akhir hayatnya, Mohammad Gobel sempat menyimpulkan falsafahnya sebagai falsafah pohon pisang. Pohon pisang hidup di mana-mana di Indonesia. Pengabdian pohon pisang tak pernah berhenti, dan tak mengenal musim. Buahnya dimakan manusia, kulitnya dimakan binatang, daunnya dipakai sebagai pembungkus, pelepahnya diolah menjadi tali, bahkan umbinya dapat pula diolah menjadi makanan lezat. Setelah berbuah, sebelum mati, pohon pisang telah menumbuhkan tunas untuk meneruskan pengabdian.

Seperti pohon pisang yang tumbuh di mana-mana, produk-produk National Gobel pun tertanam di mana-mana. Tidak saja di toko-toko yang menjualnya, tetapi juga sebagai sarana layanan masyarakat. Di seluruh Indonesia, hingga ke pelosok. televisi National digunakan sebagai televisi umum.

Semangat nasionalisme Gobel memang tidak membuatnya picik. Justru atas dasar semangat nasionalisme itulah ia, pada tahun 1960, meneken perjanjian bantuan teknik dengan Matsushita electronic, pemilik merek "National" dan "Panasonic". Jepang sendiri pada waktu itu baru mulai bangkit dan muncul sebagai kekuatan baru dalam garis depan industri elektronika. Sebelumnya, sejak 1955, tanpa perjanjian apa-apa, memang sudah ada hubungan antara Matsushita dan PT Transistor Radio Mfg. Co. Gobel memang sangat berkeinginan untuk menyerap sebanyak mungkin kepakaran Jepang dalam industri elektronika untuk memajukan bangsa Indonesia.

Dalam rangka penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta tahun 1962, bekerja sama dengan LEPPIN, PT Transistor Radio Mfg. Co. merakit televisi "National" yang pertama untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah. Satu lagi teknologi modern dikuasai proses pembuatannya oleh bangsa Indonesia.

Usaha makin membesar. Pabrik Cawang terus-menerus dibesarkan. Sebuah pabrik lain di Gandaria, Jakarta Timur, didirikan untuk menampung limpahan produksi. Pada tahun 1967 PT Transistor Radio Mfg. Co., sempat berubah nama menjadi Gobel & Cawang Concern. Nama yang tidak bertahan lama, karena kemudian berubah menjadi PT National Gobel pada 1970 ketika Drs. Th. M. Gobel menandatangani perjanjian patungan dengan Matsushita Electric.

Langkah Gobel memang selalu penuh perhitungan. Lima tahun, antara 1955-1960, ia berhubungan dengan Matsushita tanpa ikatan jangka panjang. Baru pada 1960 ia menyetujui perjanjian bantuan teknik. Sepuluh tahun kemudian, setelah masa berpacaran selama 15 tahun, barulah keduanya mengikat tali "pernikahan" dengan penempatan modal yang sekarang telah menjadi sebesar US$ 15 juta.

Hajime Kinoshita, Presiden Direktur PT National Gobel, mengatakan bahwa ketika perjanjian patungan itu dilakukan, Matsushita Electric tidak lagi melihat untung ruginya mengikat perjanjian. "Kami lebih melihat keinginan Pak Gobel dalam menyumbangkan usahanya untuk pembangunan Indonesia. Ia ingin berbakti kepada negara melalui industri elektronika," kata Kinoshita.

Perjanjian patungan dengan Gobel itu, menurut Kinoshita, adalah suatu bentuk yang unik dan tak pernah dilakukan sebelumnya. Salah satu unsur baku dalam perjanjian itu adalah proses alih teknologi. "Dan perjanjian seperti itu tak…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
MELANGKAH MAJU dengan KESUNGGUHAN HATI
1994-03-12

Ekspor anak perusahaan surya dumai group ini sudah menjangkau ke 27 negara. pertumbuhan penjualan dan…

Y
Yang dibutuhkan pelaku bisnis: Color Pages Indonesia
1994-03-26

Segera terbit color pages indonesia. katalog tentang building materials dan equipments, dengan informasi yang lengkap…

B
BIARKAN KAMI MENYELESAIKAN MASALAH ANDA
1994-01-29

Biro administrasi efek (bae) pertama di indonesia. memberikan jasa layanan bagi perusahaan yang akan dan…