Cinta Membunuh Mitos

Edisi: 02/04 / Tanggal : 1974-03-16 / Halaman : 14 / Rubrik : FL / Penulis :

SEBAGAI seorang yang tumbuh di panggung. Teguh Karya kini telah membunuh mitos yang mencungai orang panggung sebagai hamba Allah yang tidak berkebolehan membuat film. Teguh, memang nyaris memperteguh mitos itu ketika karya pertamanya, Wajah Seorang Lelaki, tersorot ke layar lebar di tahun 1972. (TEMPO 13 Mei 1972). Ketika orang memuji keberaniannya memboyong anak panggung ke depan kamera dan menyeret kesungguhan teater ke dunia film, para produser juga tertegun memikirkan kekayaan mereka yang enggan dipulangkan oleh pembeli-pembeli karcis.

Kesibukan kecil. Berdiam dua tahun, Teguh kini muncul kembali melalui karyanya yang kedua: Cinta Perama. Ini terpaksa dikatakan. Dalam sejarah perfilman Indonesia, sulit menemukan sutradara yang pada filmnya yang kedua bukan cuma memperbaiki kesalahan dari karya pertamanya. Lebih dari itu, Teguh malah menghasilkan sesuatu yang mendekati kesempurnaan. Boleh dicatat, bagaimana sang sutradara menampilkan adegan percakapan yang terjalin dengan kesibukan-kesibukan kecil sehingga terhindarlah gaya bicara ala Dardanella sebagai yang lazim dalam film-film buatan dalam negeri. Contoh: suasana lembut dan manis percakapan ibu dan anak tentang pemuda idaman sambil sibuk mempersolek kuku.

Tapi tidak-lantaran Republik kita penuh dengan film-film airmata 'anak tiri' dan badutan konyol maka karya Teguh ini menjadi menarik. Dengan skenario yang ditulisnya sendiri Teguh sesungguhnya telah menghasilkan sesuatu yang sejak lama harus lahir di negeri ini. Kisahnya yang sederhana ternyata tidak menghalangi lahirnya sebuah film yang menyenangkan untuk dinikmati. Tahun-tahunnya yang lewat di atas pentas ternyata merupakan…

Keywords: Salim Said, Film Indonesia, Teguh Karya, Christine Hakim, Teater Populer, Slamet Rahardjo, Nani Widjaja, Kusno Sudjarwadi, Alam Surawidjaja, N. Riantiarno, Idris Sardi, 

---

Foto Terkait