Dan Setelah Air Mata: Mutu

Edisi: 05/04 / Tanggal : 1974-04-06 / Halaman : 44 / Rubrik : FL / Penulis :


FILM Indonesia mungkin tak perlu nangis terus-menerus. Posisi
dan mutunya semakin baik. Acara Festival di Surabaya akhir pekan
lalu membuktikan itu. Ketua Dewan Juri Festival Film Indonesia
(FFI 1974, di malam penutupan waktu membacakan penilaian umum
film-film Indonesia selama setahun lalu, selain menyebutkan
sejumlah kritik, juga menyebut adanya "kemajuan yang sangat
menggem-birakan". Kritik yang disebutkan Prof.dr. R.M. Soelarko,
sang Ketua, mungkin pedas. Serang pejabat tinggi secara pribadi
mengatakan, bahwa "kritik itu mungkin benar, tapi sebaiknya tak
disampaikan di malam itu". Barangkali. Tapi catatan tentang
"kemajuan" itu tak boleh dilupakan kiranya. Kemajuan yang
terutama jadi perhatian Dewan Juri 1974 ialah kemajuan
ketrampilan teknis dan juga mutu, dan kesimpulan ini memang
bukan basa-basi. Kemajuan lain yang tampak dalam serentetan
acara 3 hari di Surabaya berbentuk sambutan yang luar biasa dari
masyarakat setempat -- untuk melihat sendiri bintang-bintang
film Indonesia, yang menurut sebuah poster masih disebut sebagai
"artis-artis Ibukota". Sekitar hampir setengah juta manusia
membanjiri jalanan di mana pawai lewat di sepanjang 5 km. "Belum
pernah ada kejadian seperti itu sepanjang yang saya ingat", ujar
seorang pejabat kepolisian Surabaya. Dan meskipun polisi
berhasil menjaga kcamanan, Farouk Afero robek jasnya
ditarik-tarik, Sofia W.D. dan beberapa bintang lain dicabut
cincin mereka waktu bersalaman dengan khalayak ramai. Beberapa
bintang mengeluh, atau pura-pura mengeluh, tapi umumnya gembira
(kecuali mungkin yang kemudian ternyata tak mendapatkan piala).
Seorang sutradara berkata "Yang menang dalam festival di
Surabaya ini adalah film Indonesia secara keseluruhan". Ia
mengingatkan bahwa di Surabaya posisi film Indonesia di
bioskop-bioskop belumlah menggembirakan. Tapi dengan keramaian
itu, meskipun yang datang nonton ada juga orang-orang dari luar
Surabaya, harapan untuk lebih gembira cukup besar. Apalagi
Gubernur Jawa Timur dalam percakapan dengan orang-orang film
selama pesta kebun yang meriah di tempat kediaman resminya
setengah menjanjikan, untuk menghaluskan bioskop-bioskop di
daerahnya memutar film Indonesia dalam waktu-waktu tertentu --
hal yang juga berlaku di Jakarta.

; Jika film-film Indonesia memang makin menarik, dan lebih banyak
diperhatikan media massa lain, nampaknya keharusan itu akan
mudah menemukan alasan -- walaupun sistim distribusi film
Indonesia konon masih lebih tergantung pada ujung jari para
pemesan dan calo-calo daripada calon konsumen itu sendiri. FFI
1974 dengan sendirinya suatu promosi dagang juga. Tapi jelas
bahwa promosi itu kini tak begitu sulit. Sejak di tahun 1970
Turino Djunaidy mendobrak pintu kelarisan dengan sernafas Dalam
Lumpur dan kemudian tahun lalu Sandy Suwardi Hassan mengorbitkan
Ratapan Anak Tiri, tampak ratapan-ratapan lama akan berhenti.
Gelombang film cengeng perangsang air mata yang lagi keras
dewasa ini (menggantikan gelombang erotika dan adu jotos di
waktu yang lampau) ternyata berhasil menciptakan gelombang
penonton yang amat besar. Sandy Suwardi, sebagai penghasil film
tedaris 1973, di malam penutupan FFI 1974 dapat sebuah piala
dari Panitia, sementara Faradilla Sandy (8 tahun) anaknya yang
berbakat dan banyak dikerumuni peminta tandatangan, mendapatkan
sebuah piala untuk akting kanak-kanak -- dengan tepukan gemuruh.

; Sebagian Benar

; Namun puncak malam itu sudah tentu bukan pemberian piala untuk
film terlaris. Festival sekaligus promosi kwalitas di luar soal
dagang. Sebuah Dewan Juri telah dibentuk (terdiri dari : Prof.
dr. Soelarko, R.M. Soetarto, Ny. Maria Ulfah Subadio, Sri
Martono, Hasyim Amir, D. Djajakusuma, Goenawan Mohamad dan Moh.
Said -- yang di malam penutupan itu merupakan satu-satunya
anggota yang berhalangan datang) dan bekerja selama awal dan
pertengahan Maret untuk menilai 25 film cerita + 1 film
dokumenter. Hasil penilaian yang tertutup rapat selama satu
minggu, akhirnya malam itu dibuka dari amplop yang diacak dan
dikawal polisi, untuk dibacakan oleh Ketua Dewan Juri. Beberapa
keputusannya mengejutkan, mengecewakan dan menimbulkan beberapa
perdebatan. Beberapa lainnya nampaknya cocok dengan dugaan dan
harapan -- yang banyak tersiar di pelbagai penerbitan atau cuma
secara bisik-bisik. Berikut ini adalah sederet catatan:

; Film Jembatan Merah yang oleh majalah POP bulan Maret ditaruh
nomor satu dalam daftar pilihannya ternyata tak menang apa-apa.
Memang, ini adalah karya terbagus Asrul Sani, mungkin lebih
bagus dari Palupi yang memenangkan Festival Film Asia di Jakarta
tahun 1970.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Sebuah Film untuk Mutiari dan Lain-Lain
1994-04-30

Sutradara: jim sheridan. skenario: terry george, jim sheridan. aktor: daniel day-lewis, emma thomson, pete postlethwaite.…

M
Madonna, Kejujuran dan Ketelanjangan
1994-01-22

Sutradara: alek keshishian. produksi: propaganda film. resensi oleh: leila s chudori

R
Robin Hood Pelesetan
1994-01-22

Sutradara: mel brooks. skenario: mel brooks, evan chandler, david shapiro. pemain: cari elwes, richar lewis,…