Tamu Kita Yang Gemerlapan: Film ...
Edisi: 21/05 / Tanggal : 1975-07-26 / Halaman : 44 / Rubrik : FL / Penulis :
LOBBY Hotel Borobudur pertengahan bulan Juni 1975. Dan tempat
mewah di tengah kota Jakarta itu mendadak berubah jadi "komplex
Tionghwa", ketika pesta film Asia ke-21 sedang sibuk-sibuknya
berlangsung. Yang tua maupun yang muda, tumpah ruah
mengelu-elukan bintang-bintang pujaan mereka yang datang dari
Taiwan maupun Hongkong. Di tengah-tengah seorang tua yang masih
kelihatan kukuh, tersenyum ke sana ke mari. Itulah Run Run Shaw,
si pemilik Shaw Brothers, orang kaya yang seluruh hidupnya
berkisar di sekitar film. Kepada dialah terutama popularitas
aktor-aktris Mandarin itu harus dipulangkan.
; Bukan cuma bintang-bintang tamu dari negara lain yang merasa iri
kepada orang-orang yang datang dari HongKong dan Taiwan itu,
pihak tuan rumah pun merasa kematian angin. Sudah begitu
besarkah pengaruh film Mandarin di sini "Lho, penonton film
Mandarin itu kan orang-orang keturunan Tionghwa saja", kata Haji
Djohardin. kepala direktorat film Deppen. Dan memang cuma mereka
yang memenuhi hotel Borobudur selama beberapa hari itu. Tapi ini
sudah tahun 1975, dan pemerintah sudah memutuskan untuk hanya
mengijinkan masuknya 80 film Mandarin. "Setiap tahun jatah itu
kita kurangi", kata Djohardin. Maka disebutkanlah bahwa tahun
1974 ada 90 film Mandarin yang masuk, sedang 1973 ada 100 film.
Di awal tahun tujuh puluhan, menurut Djohardin, jumlah itu
pernah malah mencapai 220 film. "Popularitas yang dinikmati
bintang-bintang Taiwan dan Hongkong itu tentulah bersumber pada
jumlah film mereka yang pernah memenuhi bioskop-bioskop kita,
tatkala film nasional belum sebanyak ini", tambah Djohardin
pula.
; Tapi apakah ini untuk pertama kalinya bintang film Mandarin
menikmati popularitas hebat di Indnesia? Ternyata tidak. "Dulu
sebelum perang, kedudukan mereka jauh lebih hehat", kata Haji
Misbach Yusa Biran, dosen sejarah film LPKJ. Waktu itu sudah
terang bukan film Taiwan dan Hongkong yang masuk, melainkan film
Syanghai. Popularitas film Mandarin waktu itu, menurut Misbach,
disebabkan oleh bertemunya beberapa hal. "Bioskop-bioskop di
sini, pada tahun 1925, sudah dikuasai semua oleh orang-orang
Cina. Waktu itu kita sendiri belum membikin film, dan penonton
film terutama orang-orang keturunan Cina yang memang berduit",
begitu keterangan Misbach yang melakukan sendiri penelitian
sejarah perfilman di Indonesia.
; Lagu Kroncong
; Sebagai bukti pentingnya Indonesia dalam pemasaran film Mandarin
itu dicontohkan oleh Misbach, bahwa 9 dari sepuluh film buatan
Syanghai itu dibuat berdasarkan saran-saran dari Indonesia.
"Bahkan seorang Cina peranakan dari Surabaya ikut main di
Syanghai, dengan harapan bisa lebih menarik penonton di
Indonesia", kata Misbach pula. Begitu gandrungnya peranakan
Tionghwa Indonesia pada film dari "tanah leluhur" itu, hingga
seorang importir film Mandarin, The Theng Chun, akhirnya
memutuskan membuat film-film Mandarin di Tndonesia. "Ongkos
produksi sama, tapi film Mandarin buatan Indonesia itu
menggunakan bahasa Melayu, latar belakang Indonesia, dan dengan
lagu-lagu kroncong ataupun kembang kacang. Nyatanya film itu
lebih laku". Begitu kira-kira Theng Chun menjelaskan pengalaman
masa lalunya ke Misbach beberapa tahun silam. Orang-orang tua
sekarang tentu masih ingat bioskop tahun tiga puluhan memutar
film-film dengan judul Pat Bie Fo (Delapan Wanita Jelita), Pat
Kiam Hiap (Delapan Jago Pedang), San Pek Eng Tay, Siluman
Kawe-Kawe dan sejumlah seri siluman lainnya. Itu semua hasil
kerja The Theng Chun. Kegiatan pembuatan film Mandarin peranakan
ini berakhir pada suatu saat. "Bukan lantaran kematian pasaran,
tapi angin nasionalisme menjelang perang Pasifik, tercium juga
oleh Theng Chun", begitu kata Misbach.
; Puluhan tahun bioskop-bioskop Indonesia sepi dari serbuan
film-film Mandarin, tapi pengunjung terkuat ke tempat tontonan
itu tetap saja tidak berubah: orang-orang peranakan. "Mereka
yang berduit, mau…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Sebuah Film untuk Mutiari dan Lain-Lain
1994-04-30Sutradara: jim sheridan. skenario: terry george, jim sheridan. aktor: daniel day-lewis, emma thomson, pete postlethwaite.…
Madonna, Kejujuran dan Ketelanjangan
1994-01-22Sutradara: alek keshishian. produksi: propaganda film. resensi oleh: leila s chudori
Robin Hood Pelesetan
1994-01-22Sutradara: mel brooks. skenario: mel brooks, evan chandler, david shapiro. pemain: cari elwes, richar lewis,…