5 Film Pilihan "tempo" Untuk 1978; Yang Terbaik Dari Film Untuk ...

Edisi: 10/08 / Tanggal : 1978-05-06 / Halaman : 54 / Rubrik : FL / Penulis :


 

DALAM beberapa hari lagi hasil Festival Film Indonesia di Ujung Pandang akan diumumkan. Tanpa bermaksud mempengaruhi penilaian juri yang kini sudah selesai, hanya sekedar memberikan bahan perbandingan bagi pembaca, TEMPO di bawah ini menurunkan penilaiannya. Selamat menonton.

YANG TERBAIK: SUCI, SANG PRIMADONA

"Suci Sang Primadona sebagai film belum bicara apa-apa. Saya masih sibuk dengan kata-kata, bukan efek gambar."

Arifin C. Noer.

PENGAKUAN Arifin bisa dicatat. Ia memang sulit untuk mengelak. Secara teknis film pertamanya -- ditulis dan disutradarai sendiri memang masih jauh dari sempurna. Ada bagian yang kelebihan gambar, ada bagian yang kekurangan gambar. Penempatan jenis gambar juga masih belum seluruhnya rapi.

Tapi anehnya karya Arifin ini mengasyikkan untuk ditonton. Ada sesuatu yang terasa pada kita yang dikisahkannya. Sesuatu yang rasanya sering kita temukan tapi tidak pernah terlalu kita perhatikan. Menonton karya Arifin ini terasa seperti berkenalan dan bercengkerama dengan seorang yang kita sering ketemu tapi tidak pernah sempat berbincang-bincang.

Ini adalah kisah tentang seorang primadona di rombongan sandiwara rakyat Sri Mulat Surabaya. Namanya Suci. Statusnya: janda muda dengan beberapa anak, yang ditinggalkannya jauh di udik yang tandus. Dan sebagai perempuan dari desa yang masuk kota dan menghabiskan waktu di atas dan di belakang panggung, Suci punya banyak impian.

Orang-orang yang bermimpi itulah yang digarap Arifin. Suci (dimainkan oleh Joyce Erna) bermimpi, pak Kuncung suami isteri bermimpi, Oom Kapitan (Soekarno M. Noor) bermimpi. Pak Dawud (Alam Surawijaya) bermimpi, Tuan Condro (Awaludin) bermimpi, anak muda Eros (Rano Karno) bermimpi.

Suci yang cantik dan bertubuh bagus yakin bahwa lewat tubuhnya ia bisa mendapatkan apa yang ia anggap sebagai inti dari semuanya, kekayaan. Condro cukong, Pak Dawud pejabat pengusaha, dan Oom Kapitan, pemeras, yakin bahwa masing-masing telah mendapatkan piaraan cantik lewat uang mereka. Dengan kata lain masing-masing yakin telah memiliki Suci. Sementara itu Eros yakin bahwa ia, yang lari dari Jakarta karena muak dengan kepalsuan orang tuanya yang makmur, sudah cukup dewasa untuk menentukan jalan hidupnya sendiri: menikah dengan "mbak Suci" yang memang mencintainya, tapi yang belum ia kenal betul asal dan arahnya.

Arifin adalah penulis dan sutradara sandiwara yang jitu dalam mempermainkan mimpi. Tidak mengejutkan jika hasil kerjanya juga mengasyikkan. Lihatlah betapa plastisnya Arifin berkisah tentang pak Kuncung dan keluarganya itu --pakde si Suci yang juga menyambung hidupnya dengan jadi figuran Srimulat yang melarat. Seperti dalam beberapa lakon sandiwara Arifin, tokoh miskin yang menebak lotere tanpa henti-hentinya ini adalah sosok yang tragis, tapi dari momen ke momen terlihat menggelikan. Akhirnya sudah dapat diduga sebenarnya ia bakal gagal bermimpi jadi kaya. Tapi cara Arifin menabrakkan impian itu ke kegagalan cukup mengejutkan, walaupun dalam menggambarkan impiannya ia menampilkan adegan-adegan mirip sinting yang agak terlalu dibuat-buat.

Yang baik diingat ialah bahwa dengan berdisiplin pada satu struktur cerita yang padu, Arifin berhasil mengembalikan selingan impian dan kegagalan pak Kuncung ini kepada cerita pokok film. Berbeda dengan penulis skenario lain --seperti yang terlihat pada Yang Muda Yang Bercinta dan Jakarta, Jakarta -- skenario Suci tidak mencong ke sana ke mari. Kegagalan Pak Kuncung ternyata bisa jadi pengantar bagi kesadaran Suci untuk berhenti memburu-buru harta. Dan Suci pelan-pelan pun mulai berhenti bermimpi, apalagi percintaannya yang spontan dan hangat dengan Eros akhirnya harus ia insyafi sebagai sesuatu yang tak mungkin terus: anak itu masih terlalu muda dan ia sendiri tidak.

Film ini pun dengan setahap demi setahap habis setelah impian demi impian diuraikan, kemudian dipudarkan. Pak Kuncung mati, isterinya menangis tetap di ranjang yang tua dan apak itu. Pak Dawud yang korup, tuan Condro yang manipulator, Pak Kapten yang pemeras dan lemah syahwat, semuanya dibongkar cacat-cacatnya setelah masing-masing mencoba membalas dendam atas keterkecohan mereka. Suci -- setelah membongkar semua itu sekaligus dengan kata-kata yang amat banyak -- akhirnya kembali ke desanya, konsekwen dengan khotbahnya tentang kepalsuan hidup mewah. Eros balik ke Jakarta, ke sekolah.

Moral cerita ini memang pada dasarnya konvensionil. Kecuali bila pembelaan kepada wanita yang menjual tubuh (tapi tak menjual diri), seperti yang tersirat dalam lagu Kupu-Kupu Malam Titiek Puspa, dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa. Sebab Arifin memang tak nampak berpretensi akan memperbaharui perkara…

Keywords: SuciSang PrimadonaArifin C. NoerKembang PlastikWim UmbohYang Muda Yang BercintaSjuman DjajaBadai Pasti BerlaluTeguh KaryaJakarta-JakartaAmi Priyono
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Sebuah Film untuk Mutiari dan Lain-Lain
1994-04-30

Sutradara: jim sheridan. skenario: terry george, jim sheridan. aktor: daniel day-lewis, emma thomson, pete postlethwaite.…

M
Madonna, Kejujuran dan Ketelanjangan
1994-01-22

Sutradara: alek keshishian. produksi: propaganda film. resensi oleh: leila s chudori

R
Robin Hood Pelesetan
1994-01-22

Sutradara: mel brooks. skenario: mel brooks, evan chandler, david shapiro. pemain: cari elwes, richar lewis,…