Orang Baru Di Minangkabau; Harun Zain: Fondasi, Menjelang Isinya

Edisi: 32/07 / Tanggal : 1977-10-08 / Halaman : 19 / Rubrik : DH / Penulis :


KETIKA Harun Zain mulai memangku jabatan Gubernur Sumatera Barat pada awal 1966, diakui secara luas keadaan di daerah itu serba mandeg. Ini bisa difahami bila dilihat lembaran hari kemarin di sana. Sehabis peristiwa PRRI (1958-1960) potret daerah ini bukan merupakan wajah yang elok. Rumah penduduk banyak yang musnah. Irigasi macet. Sawah ladang pun terbengkalai. Jalan dan jembatan banyak yang rusak, hingga memisahkan kampung yang satu dengan yang lain. 

Keadaan begitu kian dirasa rusuh, karena zaman itu memang bukan zaman pembangunan. Di zaman jor-joran politik ketika itu, suasana teror - baik fisik maupun mental - amat terasa di bekas daerah PRRI itu. Harap diingat itu bekas Letkol Untung dan Latif ketika itu masih berpos di daerah itu. Maka orang pun jadi takut punya harta, karena setiap saat ada saja datang orang merampok, tanpa ada kemungkinan mengusutnya. Para pemuda dan kaum terpelajar serta merta makin banyak yang merantau ke Jawa, terutama ke Jakarta. Tak ketinggalan keluarga yang punya anak perawan dan perempuan. Banyak juga dari mereka yang ketika itu 'dipaketkan' pada sanak famili di rantau, karena takut diganggu orang. 

Suasana begitu tak dengan sendiri nya reda ketika meletus peristiwa G-30-S/PKI. Tapi dengan hancurnya kekuatan Komunis, kalangan cendekiawan, para pemuda dan sejumlah perwira mulai merasa bebas untuk berdiskusi. Timbul satu pertanyaan yang sungguh sulit mereka pecahkan: Siapa kiranya yang patut memimpin daerah ini? Dari pusat ada ditunjuk Saputro, untuk menggantikan Gubernur Sumbar yang pertama, Kaharuddin Dt Rangkayo Basa. Tapi sang pengganti itu rupanya belum dipandang cocok buat membenahi daerah yang rawan itu. Dalam suasana yang ingin melihat seorang putera daerah tampil sebagai pemuka, banyak orang bersepakat menilai drs Harun Alrasyid Zain, 39 tahun (ketika itu), Rektor Universitas Andalas sebagai calonnya. 

Mereka berhasil. Presiden Soekarno waktu itu mengangkat Harun. Di samping jadi gubernur, Harun Zain beroleh 'hadiah' pula ketika dalam beslitnya tercantum gelar profesor. Agaknya BK mengira dia tentu berpangkat profesor, mengingat kedudukannya sebagai rektor. 

Dari mana Harun Zain mulai? Lebih dulu ia menoleh pada dirinya. Ia mempunyai latar belakang di,bidang pendidikan. Dari balik kacamatanya sebagai seorang ekonom dia melihat bahwa kehancuran yang terjadi bukan melulu di sektor fisik, melainkan lebih parah lagi melanda sektor non fisik. Ini disimpulkannya dengan gambaran, "bukan sekedar ada orang berontak lalu dilampang (ditempeleng, Red) sebentar." 

Oleh adanya kenyataan begitu, seperti halnya Vorang di Sulawesi Utara (TEMPO, 5 Maret) Harun Zain di Sumatera Barat juga berangkat dari persoalan yang sama. "Mengembalikan harga diri, menjadi program pertama Harun, setelah mengkaji keadaan," kata drs Zaglul St Kebesaran, Ketua DPR Sumbar di depan Menteri Dalam Negeri ketika pelantikan Harun Zain sebagai Pj Gubernur bulan April lalu di Padang. 

Menjadi seorang penguasa di Sumatera Barat, ada sulitnya. Bahkan untuk menjadi kepala jawatan atau kepala dinas saja, bisa serba salah bila kurang hati-hati. "Daerah ini bisa jadi batu ujian buat karir kita selanjutnya komentar seorang kepala dinas di Padang. Sebab masyarakat Minang terkenal kritis. Barangkali inilah satu…

Keywords: Harun ZainDrs Harun Alrasyid ZainSumatera BaratAzwar AnasKaharuddin Dt Rangkayo BasaDrs Zaglul StNinik MamakParlemen LapauSt Mohamad Rasyid SH
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

H
HORMAT BENDERA, DUA KALI SEHARI
1985-02-02

Semua siswa diwajibkan memberi hormat bendera merah putih sebelum dan sesudah pelajaran. selain memasang wayang…

A
ANCAMAN-ANCAMAN DARI PUNCAK
1985-01-26

Tanah di kawasan puncak menjadi labil dan kualitas serta kuantitas air menjadi merosot. presiden meminta…

A
ANTRE BEBAS BH DI JAWA TENGAH
1984-04-21

Beberapa kabupaten dan kotamadya di jawa tengah, di nyatakan bebas buta huruf.