Pasca-filsafat
Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-11-06 / Halaman : / Rubrik : CTP / Penulis :
GANTENG, superkaya, investor dengan teknologi terbaru ke angkasa luar, entrepeneur abad ke-21, Elon Musk seakan mengulang keyakinan Julius Caesar, sang penakluk enam ribu tahun yang lalu: veni, vidi, vici—“aku datang, aku lihat, aku menang”.
Kata Musk: “Jika yang disebut masa depan tak termasuk kemungkinan aku ada di antara bintang-bintang dan jadi mahluk pelbagai planet, aku akan benar-benar murung”.
Ia optimisme yang tebal, yang akarnya tertanam bersama lahirnya dunia modern, ketika manusia merasa mampu menaklukkan alam dan mengakumulasi ilmu pengetahuan. Tapi sedikit anakronistis sebetulnya. Sejak abad ke-20, optimisme itu tak lagi bisa penuh. Sejauh-jauhnya Musk dan teknologinya menjelajahi bintang, ia akan berhenti di satu pertanyaan yang muskil: benarkah ia mengetahui dunia yang direngkuhnya?
Tentu saja Musk—juga seluruh ikhtiar sains dan teknologi—tak mempersoalkan itu. Dan justru karena itu sains dan teknologi menghasilkan hal-hal yang menakjubkan.
Tapi saya selalu ingat Ibu Sus, guru fisika yang mengajarkan sains dan kerendahan-hati. Pesannya: “Kata ‘ilmu alam’ perlu kalian perhatikan. Fokus mata pelajaran ini adalah ilmu, teorinya, metodenya, matematikanya. Bukan alam. Terlalu luas.”
Suatu hari ia membawa biola ke kelas (ia pemain biola yang impresif) dan berkata, “Kita tak akan menyimpulkan…
Keywords: Fisika, Luar Angkasa, Sains, Filsafat, Elon Musk, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Xu
1994-05-14Cerita rakyat cina termasyhur tentang kisah percintaan xu xian dengan seorang gadis cantik. nano riantiarno…
Zlata
1994-04-16Catatan harian gadis kecil dari sarajevo, zlata. ia menyaksikan kekejaman perang. tak jelas lagi, mana…
Zhirinovsky
1994-02-05Vladimir zhirinovsky, 47, banyak mendapat dukungan rakyat rusia. ia ingin menyelamatkan ras putih, memerangi islam,…