Sayap-sayap Keindahan Danarto

Edisi: 09/47 / Tanggal : 2018-04-29 / Halaman : 48 / Rubrik : LAY / Penulis : Seno Joko Suyono, Moyang Kasih Dewimerdeka, Prihandoko


DANARTO wafat 10 April lalu pada usia 77 tahun. Ia mengalami kecelakaan lalu lintas di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Saat sedang menyeberang, Danarto ditabrak sepeda motor yang dikendarai seorang pemuda yang juga tetangganya sendiri.

Danarto boleh dibilang seorang seniman yang lengkap. Ia dianggap tonggak dalam sejarah sastra Indonesia karena membuat terobosan dengan karya-karya sastranya yang mengeksplorasi jagat spiritual secara berbeda. Sejumlah cerita pendeknya kerap menampilkan suasana sureal yang imajis dan magis. Suasananya dibangun bukan dari teori-teori, melainkan dari penghayatannya atas dunia mistik Jawa serta peristiwa sehari-hari yang dilihat dan dimaknainya secara lain.

Sosok lembut ini juga seorang pelukis yang tak bisa dipandang enteng. Ilustrasinya untuk menghiasi beberapa cerpen di majalah Zaman bisa dipandang sebagai salah satu ilustrasi terbaik di dunia penerbitan kita. Poster-poster seni pertunjukan yang dibuatnya juga menarik. Gagasan estetikanya sering tak terduga. Sebagaimana cara kerjanya membuat karya sastra ataupun naskah drama tak lazim.

Ia pernah bergabung dengan Komunitas Eden, komunitas spiritual pimpinan Lia Aminuddin yang dilarang pemerintah karena dituding sebagai aliran sesat. Lia adalah seseorang yang merasa mendapat wahyu terus-menerus dari Malaikat Jibril. Adalah menarik menduga mengapa Danarto pernah amat percaya kepada Lia. Sedari 1970-an, Danarto memang dikenal suka membuat cerpen bertema malaikat. Dan Jibril sering disebutnya.

DI bawah naungan sebuah pohon asam yang cukup rindang, jenazah Danarto dikebumikan di permakaman umum Ngasem, Sragen, Jawa Tengah, pada Rabu sore, 11 April lalu. Pusara sastrawan itu berdekatan dengan makam kedua orang tuanya. "Ini memang keinginan Mas Danarto semasa masih hidup," kata Sriminurni, 73 tahun, adik kandung Danarto. Semasa hidup, menurut Sriminurni, sang kakak pernah mengungkapkan keinginannya untuk dimakamkan di dekat kuburan orang tuanya.

Lahir di Sragen, 27 Juni 1940, Danarto adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Djakio Hardjosoewarno dan Siti Aminah. Ayahnya pengawas mandor di Pabrik Gula Mojo, Sragen. Ibunya pedagang batik di pasar yang tak jauh dari rumahnya di Mojo Wetan, Sragen. Semasa kecil, Danarto sangat dekat dengan orang tuanya, terutama ibunya. Menurut Sriminurni, saat kecil, Danarto memang sangat dekat dengan ibunya.

"Kalau dengan Ayah, semua takut," ujarnya. Djakio Hardjosoewarno bekerja sebagai pengawas mandor di Pabrik Gula Mojo. "Sehingga pembawaannya cenderung tegas," katanya. Kedekatan itu terlihat dari cara kedua orang tuanya dalam memanggil Danarto. "Dari empat anak laki-laki, hanya Mas Danarto yang mendapat panggilan 'Cuk'," ujar Sriminurni. "Cuk" merupakan kependekan dari "kacuk", penyebutan terhadap alat kelamin pria dalam bahasa setempat.

Danarto melewatkan masa kecil hingga remaja di Sragen. Menurut Sriminurni, sejak kecil, bakat seni kakaknya sudah terlihat. Danarto kecil suka menggambar hingga tembok rumahnya yang dekat pabrik gula itu penuh coretan gambarnya. Dia juga suka membuat gambar-gambar di buku sekolahnya. Kebanyakan merupakan gambar komik. "Tapi Mas Cuk (Danarto) tidak mau gambarnya dilihat orang lain," katanya. "Dia selalu menyobek hasil karyanya jika ada yang melihatnya." Saat menginjak sekolah menengah pertama, Danarto mulai gemar menonton film di bioskop. Kehidupan ekonomi keluarganya memang cukup lumayan sehingga Danarto selalu diberi uang oleh ibunya jika ingin menonton film.

Selepas SMP, Danarto sempat masuk sebuah sekolah menengah atas di Solo. Tapi, belum setahun di sekolah itu, dia sudah tidak betah. Danarto memilih pindah ke Yogyakarta. Di kota gudeg itu, dia masuk sekolah menengah seni dan kemudian melanjutkan ke Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI). "Setelah dia di Yogya, kami hanya bertemu saat libur," ujar Sriminurni. Malah, tutur Sriminurni, ibunya yang sering menengok ke Yogyakarta. Ibunya selalu membawa makanan kesukaan Danarto, seperti kacang dan singkong rebus. Dia kerap membawa oleh-oleh itu dalam jumlah banyak, karena dibagikan pula untuk teman-teman Danarto di Sanggarbambu, sanggar seni tempat Danarto berkiprah semasa di ASRI. Ibunya juga selalu membawakan sambal tumpang, yang sangat digemari oleh Danarto. "Sejak kecil hingga tua, Mas Cuk sangat suka sambal tumpang," ucap Sriminurni.
***

DI Yogyalah Danarto kemudian bergabung dengan Sanggarbambu. Perkumpulan seniman ini didirikan pada…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16

Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…

P
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28

Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…

Y
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28

Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…