Dunia Alternatif Danarto

Edisi: 09/47 / Tanggal : 2018-04-29 / Halaman : 56 / Rubrik : LAY / Penulis : Seno Gumira Ajidarma, ,

"Untuk yang terakhir kalinya, apa keinginanmu?"
"Syahwat yang besar sekali."
"Apa itu?"
"Melihat wajah Tuhan."
Maka menggegarlah seluruh lembah itu. Orang-orang menjerit-jerit dan Rintrik Yang Buta terkulai dengan tersenyum.

ITULAH akhir cerita yang judulnya saja ajaib, yakni sebuah gambar: "jantung hati dipanah dan berdarah". Melihat wajah Tuhan, dalam segala pengertian, kiranya lantas menjadi obsesi Danarto seumur hidup. Sudah buta ingin melihat Tuhan pula? "Jalan tembus" melampaui nalar seperti itulah yang selalu dipersembahkan Danarto kepada pembacanya. Hanya, jika pembaca berbesar hati menyingkirkan nalarnya untuk sementara, pengalaman batin dalam membaca ceritanya akan berhasil mencerahkan.

Ditulis pada 1967, cerita Danarto itu mendapat Hadiah Horison 1968. Dalam pertanggungjawaban juri atas kemenangannya, tidak tercantum istilah magical realism (realisme magis) atau konsep apa pun yang terhubungkan dengan genre susastra Amerika Latin itu. Adapun yang tertulis dalam majalah Horison tahun 1969, cerita Danarto "… membawakan suatu suasana yang mistis, yang membuat pembaca merasakan dirinya berhubungan dengan suatu dunia yang ada di luar dunia riel yang kita hidupi sehari-hari".

Pada 1967 itu pula Gabriel García Márquez meluncurkan novel Cien años de soledad (Seratus Tahun Kesunyian), yang meskipun terjemahannya mencapai 37 bahasa, baru menjadi perbincangan terbatas di Indonesia setelah penulis Kolombia itu mendapat Hadiah Nobel untuk Kesusastraan pada 1982. Ungkapan magical realism sendiri, meski telah diperkenalkan pertama kalinya oleh kritikus Angel Flores pada 1955 untuk membahas karya Jorge Luis Borges, kiranya baru akan diketahui secara luas setelah dunia mengenal Internet.

Artinya, ketika Danarto mulai menulis pada…

Keywords: -

---

Foto Terkait