Karnaval

Edisi: 27/48 / Tanggal : 2019-09-01 / Halaman : 98 / Rubrik : CTP / Penulis : Goenawan Mohamad, ,


Sebuah kota butuh karnaval, bukan hanya pawai politik. Pawai politik—kita ingat aksi yang dikenal sebagai “212”—memperlakukan jalanan bukan sebagai ruang, melainkan sebagai wadah. Karnaval sebaliknya: ia muncul seperti arus yang mengalir begitu saja; kita lebih mengalami gerak dan derasnya ketimbang mengetahui arahnya. Pawai politik, sebagaimana kongregasi atau ibadah berjemaah, diberi bentuk oleh tujuannya. Karnaval diberi bentuk oleh keasyikan.

Di Jalan Malioboro, Yogya, bulan Juni yang lalu: sebuah flashmob. Di jalan yang dibebaskan dari mobil itu, anak muda muncul satu demi satu dari beberapa sudut, menjejak di aspal di antara dua trotoar, dan berangsur-angsur membentuk tarian bersama—tak disangka-sangka: sebuah beksan klasik dari Keraton. Mereka tampak terlatih. Gerak tangan dan kaki mereka serentak luwes dan gagah, tapi mereka seperti orang-orang yang kebetulan mampir sehabis berbelanja: mengenakan topi baseball, tak melepaskan kacamata hitam, bahkan ada yang masih menggantungkan tas di pinggang.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

X
Xu
1994-05-14

Cerita rakyat cina termasyhur tentang kisah percintaan xu xian dengan seorang gadis cantik. nano riantiarno…

Z
Zlata
1994-04-16

Catatan harian gadis kecil dari sarajevo, zlata. ia menyaksikan kekejaman perang. tak jelas lagi, mana…

Z
Zhirinovsky
1994-02-05

Vladimir zhirinovsky, 47, banyak mendapat dukungan rakyat rusia. ia ingin menyelamatkan ras putih, memerangi islam,…