Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Komisaris Jenderal Firli Bahuri: Penindakan Tidak Menyelesaikan Korupsi

Edisi: 44/48 / Tanggal : 2019-12-29 / Halaman : 44 / Rubrik : LAPUT / Penulis : TIM LAPUT, ,


TERPILIHNYA lima pemimpin baru Komisi Pemberantasan Korupsi memantik keraguan publik terhadap kelangsungan pemberantasan korupsi. Sejak awal, sejumlah kalangan mengkritik panitia seleksi, yang mereka nilai tidak transparan dalam memilih nama-nama kandidat dan menyodorkannya kepada Presiden Joko Widodo. Salah satu calon yang kontroversial itu adalah Firli Bahuri, yang kini menjadi Ketua KPK.

Perwira tinggi polisi berpangkat komisaris jenderal itu, bersama empat komisioner baru KPK, dilantik Presiden Jokowi di Istana Negara, Jumat, 20 Desember lalu. Firli menggantikan Agus Rahardjo sebagai pemimpin komisi antirasuah hingga empat tahun ke depan. Dalam tahap akhir uji kelayakan dan kepatutan di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, 13 September lalu, Firli didapuk secara aklamasi sebagai Ketua KPK yang baru. Terpilihnya Firli, ditambah dengan keputusan DPR yang tiba-tiba mengesahkan revisi Undang-Undang KPK empat hari kemudian, mengejutkan publik, yang lantas bereaksi dengan menggelar serangkaian demonstrasi di Jakarta dan beberapa kota lain.

Firli bukan figur baru di KPK. Ia pernah menjadi Deputi Penindakan KPK, sejak April 2018 hingga Juni 2019. Rekam jejaknya di KPK sempat dipersoalkan saat proses seleksi. Firli pernah dilaporkan ke Pengawas Internal KPK karena diduga melakukan pelanggaran etik berat, yaitu bertemu dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi pada 2018. Saat itu, KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi divestasi Newmont dengan antara lain memeriksa Zainul Majdi. “Sudah saya jelaskan ke panitia seleksi saat uji publik dan fit and proper test di DPR. Sudah clear semua,” kata Firli dalam wawancara khusus dengan Tempo di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Sabtu, 21 Desember lalu.

Langkah Firli tak terbendung. Seraya menunggu pelantikannya sebagai Ketua KPK, pria 56 tahun ini bahkan dinaikkan pangkatnya menjadi komisaris jenderal dan sempat menduduki posisi Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Kepolisian RI selama 18 hari. Ia kini merangkap jabatan sebagai Analis Kebijakan Utama Baharkam.

Kepada Tempo, Firli mengutarakan rencananya menata ulang struktur organisasi KPK, antara lain dengan membentuk deputi monitoring. “Tugas KPK memonitor pelaksanaan program pemerintah, tapi bagaimana bisa melakukannya jika tidak ada deputi monitoring?” ujarnya dengan suara lantang. Firli juga menjelaskan ihwal fokus kerja KPK pada pencegahan, peran Dewan Pengawas, serta kemungkinan mendemosi atau memutasi pegawai KPK setelah mereka beralih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). Dia enggan mengomentari kinerja pimpinan KPK sebelumnya dan tak mau ditanyai soal kasus-kasus yang sedang ditangani KPK.

Apa program kerja Anda dalam waktu dekat?

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 (Undang-Undang KPK yang baru), ada enam tugas pokok KPK. Satu tugas yang baru adalah melaksanakan putusan pengadilan dan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kalau saya lihat dari urutannya, itu adalah pencegahan, koordinasi, supervisi, monitoring, penyelidikan dan penyidikan, serta pelaksanaan putusan.

Prioritasnya ke mana?

Jika kita berbicara tentang pemberantasan korupsi, itu…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…