Jejak Gelap Dua Personel Brigadir

Edisi: 46/48 / Tanggal : 2020-01-12 / Halaman : 60 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Mustafa Silalahi, Linda Trianita, Riky Ferdianto


KABAR itu menyebar cepat empat hari sebelum tahun berganti. Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia menangkap anggotanya sendiri, dua polisi aktif, dalam kasus penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan. Jagat maya langsung riuh rendah.

Kasus penyerangan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, di dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, memang tak pernah surut dari ingatan publik. Padahal peristiwa nahas itu terjadi hampir tiga tahun lalu. Akibat siraman air keras pada subuh 11 April 2017 itu, mata kiri Novel buta hingga sekarang.

Sorotan khalayak ramai tak berlebihan mengingat deretan kasus korupsi kakap yang pernah ditangani Novel di KPK. Perannya signifikan dalam pengusutan kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet Hambalang, yang merontokkan sejumlah elite Partai Demokrat. Novel juga yang memimpin penyidikan kasus korupsi pengadaan simulator surat izin mengemudi, yang menyeret Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri (ketika itu) Inspektur Jenderal Djoko Susilo ke bui.

Terbongkarnya megaskandal korupsi kartu tanda penduduk elektronik yang merugikan negara Rp 2,3 triliun juga buah kerja keras pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 43 tahun lalu itu. Pendeknya, hampir semua perkara besar di KPK pasti melibatkan Novel.

Sejak penyerangan keji itu terjadi, kecurigaan banyak orang memang sudah mengarah ke polisi. Pasalnya, pada hari-hari sebelum insiden itu, penyidik KPK tengah menangani kasus suap yang bisa mengarah ke keterlibatan sejumlah perwira tinggi Korps Bhayangkara. Tak mengherankan jika polisi seolah-olah enggan menangani perkara Novel. Walhasil, pengusutan kasus ini pun berjalan amat lambat.

Sampai dua pekan lalu, ketika nama dua anggota Pasukan Gegana Korps Brigade Mobil Polri, Brigadir Rahmat Kadir Mahulette dan Brigadir Satu Ronny Bugis, mendadak diumumkan sebagai tersangka. Publik terperenyak dan bertanya-tanya: dari mana munculnya dua nama itu.

***

Novel Baswedan sedang berada di kantornya di gedung KPK, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 27 Desember 2019, ketika teleponnya bergetar. Beberapa kolega Novel mengirimkan tautan ke berita-berita media online soal penangkapan pelaku penyiraman air keras terhadap dirinya. Reaksi pertama Novel adalah skeptis. “Ada kejanggalan,” katanya, dengan nada pelan. Dia juga mengaku hanya bisa mengenali satu wajah pelaku. Wajah pria satu lagi tak terekam di ingatannya.

Reaksi para aktivis dan advokat di barisan Novel juga senada. Salah seorang pengacara Novel, Alghiffari Aqsa, menilai kedua pelaku tak punya motif yang masuk akal untuk mencelakai sang penyidik. Pasalnya, mereka tak pernah mengenal, apalagi berinteraksi dengan Novel ataupun kasus-kasus yang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…