Garda Depan Minus Senjata

Edisi: 05/49 / Tanggal : 2020-03-29 / Halaman : 28 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Raymundus Rikang, Budiarti Utami Putri, Nur Alfiyah


PAKAIAN dinas Listiyanti kini lebih tebal ketimbang biasanya. Perawat di ruang isolasi Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta, itu sebelumnya cukup mengenakan baju hazmat dan masker jenis N95 ketika berkontak dengan pasien dengan Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. Semua pakaian itu diganti dengan yang baru ketika ia berpindah menangani pasien lain.

Sejak Rabu, 18 Maret lalu, perawat 40 tahun itu harus melapis baju hazmat dengan pakaian medis sekali pakai dari bahan plastik. Masker N95 yang menutupi hidung dan mulutnya pun ditambah dengan masker bedah. Ketika berpindah ke pasien lain, Listiyanti mencopot masker bedah dan kostum plastiknya. Sedangkan hazmat dan masker N95 tak lagi dicopot. “Kami harus berhemat,” kata Listiyanti. Menurut dia, prosedur itu berlaku setelah pengelola rumah sakit mengumumkan bahwa stok alat pelindung diri di RSPI Sulianti Saroso mulai menipis seiring dengan membeludaknya pasien Covid-19.

Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Yogyakarta, melakukan hal serupa. Kepala Instalasi Gawat Darurat Handoyo Pramusinto mengatakan persediaan alat pelindung diri yang dimiliki rumah sakit itu hanya cukup sampai dua bulan mendatang. Padahal RSUP Sardjito kebanjiran ratusan orang yang ingin mengecek virus. Mereka pun harus merawat pasien dalam pemantauan.

Menyiasati situasi itu, kata Handoyo, para tenaga medis mengatur jadwal perawatan pasien. Dokter dan perawat yang mengenakan satu set alat perlindungan mengunjungi pasien dengan risiko rendah sebelum merawat pasien berisiko tinggi. Setelah itu, pakaian didekontaminasi. Belakangan, mereka mendapat pakaian hazmat sumbangan yang harganya Rp 850 ribu—lebih mahal Rp 600 ribu ketimbang baju standar yang dimiliki pihak rumah sakit. “Berhemat bukan berarti menurunkan standar,” kata Handoyo.

Bukan hanya alat perlindungan diri, ketersediaan kasur dan mesin ventilator di sejumlah rumah sakit rujukan pasien Covid-19 juga minim. Atika Rahmawani, perawat di RSPI Sulianti Saroso, mengatakan ruang isolasi—satu ranjang di satu ruangan untuk pasien yang terinfeksi—di rumah sakit itu hanya memiliki sebelas kasur dan satu ventilator atau alat bantu pernapasan. Setelah jumlah pasien corona membengkak, RSPI Sulianti Saroso menambah beberapa kamar di ruang perawatan intensif dan dua ventilator. Pada Kamis, 19 Maret lalu, rumah sakit itu menangani 51 pasien Covid-19. “Sekarang kapasitas ranjangnya sudah penuh,” kata Atika.

***

PONTANG-panting tenaga medis dan minimnya fasilitas rumah sakit rujukan Covid-19 menjadi salah satu topik yang dibahas dalam rapat yang diadakan anggota staf khusus Presiden Joko Widodo, Andi Taufan Garuda Putra. Berlangsung selama…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…