Maaf
Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-02-19 / Halaman : / Rubrik : CTP / Penulis :
SAYA tak ingat persis. Tapi kini bisa saya duga, siang itu satu hari di bulan Februari 1948. Umur saya tujuh tahun. Sejak semalam sebelumnya saya dengar orang dewasa berbicara tentang “gencatan senjata”; kini saya simpulkan mereka berbicara tentang satu kesepakatan “Perjanjian Renville” yang mencoba mendamaikan konflik bersenjata antara Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia.
Dunia tahu, perdamaian itu akhirnya tak bersungguh-sungguh. Tapi hari itu suasana memang tenang. Tadi malam tak terjadi tembak-menembak lagi.
Ada selintas rasa lega, mungkin riang, tapi juga ganjil.
Tentara Belanda masih mondar-mandir di jalan mengendarai jip terbuka, dengan bedil dipangku, tapi penduduk kota kecil kami memasang bendera merah putih di pintu-pintu. Orang bahkan datang berhimpun di sebuah lapangan. Saya ke sana, ikut Ibu. Tak ada rasa waswas. Satu saat malah orang bersama-sama menyanyikan “Tujuh Belas Agustus” yang waktu itu baru kami kenal. Saya lihat seorang perempuan, teman Ibu dari tanah pembuangan Digul, bernyanyi keras sekali, dengan air mata meleleh.
Tapi ternyata tak sepenuhnya keadaan tenteram.
Agak sore kami pulang dari lapangan, dan penjaga rumah, Sambyat, bercerita bahwa beberapa tentara Belanda bersenjata masuk ke ruang depan, setelah mencabut semua bendera Republik di pintu pagar kami. Seorang serdadu memaksa…
Keywords: Belanda, Revolusi Indonesia, Kapten Westerling, Kolonialisme, PM Belanda, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Xu
1994-05-14Cerita rakyat cina termasyhur tentang kisah percintaan xu xian dengan seorang gadis cantik. nano riantiarno…
Zlata
1994-04-16Catatan harian gadis kecil dari sarajevo, zlata. ia menyaksikan kekejaman perang. tak jelas lagi, mana…
Zhirinovsky
1994-02-05Vladimir zhirinovsky, 47, banyak mendapat dukungan rakyat rusia. ia ingin menyelamatkan ras putih, memerangi islam,…