Cerutu, Dari Hobi Hingga Menjalin Relasi
Edisi: 9 Okto / Tanggal : 2022-10-09 / Halaman : / Rubrik : GH / Penulis :
JUAN Aprilliano Chandra, 26 tahun, mengambil sebatang cerutu berbentuk torpedo dari travel humidor—penyimpanan portabel yang dapat menjaga suhu dan kelembapan produk sigaret—pribadinya saat bersantai di Castro Lounge and Cigar Bar, JHL Solitaire, Gading Serpong, Tangerang, Banten. Dia kemudian memotong salah satu ujungnya dengan cigar cutter dan menyalakannya dengan korek khusus berjenis torch.
Pada bagian cincin label, cerutu tersebut tercatat sebagai produk murni atau puro asal Nikaragua, Amerika Tengah. Sigar dengan panjang 4,75 inci tersebut memiliki jenama Joya Antano Gran Reserva Gran Consul. Ini salah satu produk lintingan tangan atau handmade dengan karakter kuat karena menggunakan daun tembakau yang telah melalui proses penuaan lebih dari dua tahun.
"Sekarang sudah banyak lounge atau kafe untuk sigar. Peminat, komunitas, dan pasarnya memang sudah sangat berkembang," kata Juan, co-founder Plastic for Nature atau Plana, kepada Tempo, Selasa, 30 Agustus lalu.
Juan mengatakan minatnya terhadap cerutu muncul secara kebetulan. Dia besar dalam keluarga dan lingkungan yang jauh dari budaya konsumsi sigar. Dia baru berkenalan dengan salah satu produk olahan daun tembakau tersebut saat berlibur di Singapura, tiga tahun lalu.
Saat itu Juan mengunjungi sebuah toko duty free untuk membeli minuman beralkohol cognac. Dia penasaran pada sebuah ruangan di salah satu sudut toko. Di dalamnya terdapat ratusan boks produk cerutu dari berbagai negara. Dia pun mulai tertarik ingin mengetahui, mempelajari, dan mencoba produk yang dijajakan secara eksklusif tersebut.
Lulusan Universitas Prasetiya Mulya, Jakarta, itu memulai pengalamannya dengan mencari dan membeli berbagai produk cerutu buatan Kuba dan New World—negara-negara produsen sigar selain Kuba, termasuk Indonesia—secara satuan. Dengan dana terbatas, dia memilih mencoba banyak merek dan tipe hingga menemukan produk yang sesuai dengan selera. Saat itu, Juan menambahkan, dia sempat mencoba lebih dari 100 cerutu berbeda dengan harga ratusan ribu per batang.
Koleksi cerutu milik Juan Aprilliano Chandra di Tangerang Selatan, Banten, 30 Agustus 2022/TEMPO/M Taufan Rengganis
Menurut Juan, cerutu lokal memiliki karakter yang sangat ringan dan lembut dengan harga termurah Rp 50 ribu per batang. Produk cerutu Kuba memiliki kualitas tinggi dengan cita rasa nutty, woody, grassy, dan fruity. Harga terendahnya sekitar Rp 300 ribu per batang. Sedangkan sigar New World di luar Indonesia memiliki tekstur pekat, kuat, dan banyak cita rasa cokelat. Harga entry level-nya berkisar Rp 100-300 ribu per batang.
Cerutu, Juan menambahkan, adalah bentuk penghargaan diri atas kerja keras dalam pekerjaan sepanjang hari. Berbeda dengan rokok,…
Keywords: Generasi Milenial, Gaya Hidup, Cerutu, Cohiba, Cerutu Kuba, Sigar, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Tak Terpisahkan Capek, Jazz, dan Bir
1993-10-02Sejumlah eksekutif mencari dunia lain dengan mendatangi kafe. kafe yang menyuguhkan musik jazz jadi rebutan.…
AGAR MISS PULSA TIDAK KESEPIAN
1993-02-06Pemakaian telepon genggam atau telepon jinjing kini tak hanya untuk bisnis tapi juga untuk ngobrol.…
INGIN LAIN DARI YANG LAIN
1992-02-01Festival mobil gila dalam pesta otomotif 92 di surabaya akan diperlombakan mobil unik, nyentrik dan…